APAKAH ORANG KRISTEN BOLEH MERAYAKAN IMLEK [adat istiadat dan alkitab]

Nats: I Korintus 9:19;23


19
Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba
dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.


23 Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.


Di dalam Alkitab kita tahu bahwa kebenaran dinyatakan setahap demi
setahap. Satu langkah demi satu langkah. Bagi orang yang belum
diselamatkan, hal terutama dalam hidup ini adalah diselamatkan. Hal
yang terutama yang perlu direnungkan dan dihayati, sesuatu yang sungguh
harus diperoleh adalah keselamatan jiwa. Jika anda sudah diselamatkan,
puji Tuhan! Langkah pertama sudah kita lewati! Jika belum, maka anda
dalam bahaya besar. Dan jika anda sudah diselamatkan, maka langkah
berikut kita adalah bagaimana kita membangun hidup ini supaya sepadanan
dengan Injil Yesus Kristus. Jangan dibalik menjadi Injil dipadankan
dengan hidup kita. Bukan Injil yang diubah, tetapi hidup kita yang
harus diubah.


Dalam rangka inilah kita sebagai manusia,
sebagaimana manusia sudah tersebar di seluruh dunia dan di seluruh
bangsa sudah terbangun beraneka ragam adat istiadat, muncul banyak
pertanyaan sejauh mana orang Kristen harus mengikuti adat-istiadat yang
tidak melanggar kebenaran firman Tuhan.


Minggu ini
sebagian orang Tionghoa merayakan hari raya Imlek dan ini adalah momen
yang cukup tepat untuk berbicara masalah adat-istiadat. Saya bertemu
dengan banyak orang batak yang bertanya apakah adat Ulos itu boleh
dilakukan? Demikian juga dengan perayaan Ngaben di Bali, perayaan di
Toraja serta berbagai perayaan adat lainnya boleh dilakukan?


Saudaraku,
banyak adat istiadat dari suku-suku bangsa yang kita tidak ketahui jika
kita tidak berada di dalamnya. Orang Tionghoa tahu banyak hal mengenai
adat istiadatnya saja. Demikian juga dengan orang Batak, Manado, dan
suku-suku lainnya lebih tahu adat istiadat mereka sendiri. Dan ada
banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam rangka seminar dan tanya
jawab mengenai sejauh mana adat istiadat itu boleh diikuti.


Pagi
ini saya ingin mengajak kita merenungkan hal ini. Rasul Paulus
menuliskan di dalam surat Galatia, “Dan di dalam agama Yahudi aku jauh
lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku,
sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek
moyangku.”(1:14) Saudaraku, apakah Paulus kemudian meninggalkan adat
istiadat nenek moyangnya? Kisah Rasul 28:17 menjelaskannya. Paulus
mengatakan, “Saudara-saudara, meskipun aku tidak berbuat kesalahan
terhadap bangsa kita atau terhadap adat istiadat nenek moyang kita,
namun aku ditangkap di Yerusalem dan diserahkan kepada orang-orang
Roma.” Tetapi, jika kita membaca Matius 15:3, Tuhan Yesus memberi jawab
kepada orang-orang Farisi dan ahli Taurat, “Mengapa kamupun melanggar
perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” Yesus dengan sangat
tegas mengecam orang Yahudi yang sangat memelihara adat istiadat nenek
moyang tetapi melanggar firman Tuhan. Jelas hal ini tidak boleh terjadi
di dalam kekristenan, kita tidak boleh melanggar ketetapan firmanNya
karena lebih mementingkan adat istiadat. Saudaraku yang terkasih dalam
Tuhan, berarti harus ada suatu kesimpulan. Kesimpulan bagaimanakah
sikap kita terhadap adat istiadat.


Kita bisa katakan bahwa
setelah seseorang bertobat dan percaya Tuhan Yesus tuntutan Alkitab
hanyalah kita harus meninggalkan dosa. Jikalau di dalam adat istiadat
ada hal-hal yang bisa mendorong orang untuk berbuat dosa, janganlah
lakukan itu.


Saya cukup dekat dengan kakek saya. Dia menceritakan
bahwa pada masa penjajahan Belanda, setiap hari raya Imlek, selama tiga
hari tiga malam orang boleh berjudi di jalan dan tidak akan apa-apa.
Pada saat itu, orang yang tidak pernah judipun akan menjadi ikut-ikutan
berjudi saat itu. Di Kalimantan Barat, setiap hari raya Imlek,
anak-anak biasanya mendapat banyak “angpao,” karena mereka memegang
banyak uang, biasanya mereka mulai belajar merokok dan berjudi. Bisa
jadi, lewat dua tiga hari mereka terjerat iblis dan menjadi penjudi
ataupun perokok berat.


Saudaraku, ingatlah seruan Alkitab untuk
orang yang sudah bertobat untuk meninggalkan dosa. Dalam rangka
meninggalkan segala dosa sangat mungkin ada banyak adat istiadat yang
harus kita tinggalkan yang ada sangkut-paut dengan dosa di dalamnya.
Dalam adat istiadat Tionghoa, dalam hal pernikahan, biasanya di kamar
pengantin baru harus ada setandan pisang supaya anak cucunya banyak
seperti pisang itu. Dan di dalam banyak acara besar terlihat banyak
sekali mistik-mistikan di dalamnya. Orang Tionghoa harus berhati-hati
di dalamnya. Biasanya waktu acara orang meninggal, orang Tionghoa akan
berdiri di depan peti jenazah itu, yang Budha biasanya akan mengambil
hio dan menyembah. Yang Katolik biasanya akan membuat “tanda salib” di
dada mereka, yang Kristen datang dan bingung harus berbuat apa sehingga
mereka pun mengambil sikap berdoa di depan peti. Sedangkan jikalau saya
yang datang langsung makan kacang karena tidak ada signifikan untuk
melakukan hal itu.


Di dalam hal adat-istiadat ada banyak hal
positif dan juga ada hal negatif. Adat istiadat yang positif misalnya
masalah jenjang hormat menghormati. Saya mendengar bahwa dalam tradisi
orang Batak, jika marga yang satu mengadakan pesta maka marga yang lain
itu akan menyuci piring.


Adat istiadat ada yang positif dan juga
ada yang negatif. Dari segi negatif ada mistik-mistikan di dalam adat
istiadat dan kita harus hati-hati di dalamnya. Sekali lagi, seruan
Tuhan untuk orang Kristen yang sudah lahir baru adalah meninggalkan
dosa, yaitu meninggalkan hubungan kita dengan iblis. Tanggalkanlah adat
istiadat yang disusupkan oleh iblis di dalamnya. Tinggalkanlah semua
adat istiadat yang memiliki unsur setan di dalamnya.


Hal kedua
yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah adat istiadat berkaitan
dengan moral. Paulus berbicara di dalam I Korintus 9:20-22,
“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya
aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di
bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum
Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya
aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi
orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti
orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup
di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya
aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah,
supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku
telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan
beberapa orang dari antara mereka.” Tetapi hal yang terpenting adalah
jangan sampai kita ikut-ikutan sampai melupakan dua hal ini, yaitu
masalah spiritual dan masalah moral.


Masalah moral erat kaitannya
dengan masalah pakaian. Misalnya, ketika saya pergi menginjil ke orang
Madura, tentu saya tidak boleh mengenakan pakaian “ala chinese” ke
sana, karena itu tidak tepat. Ada baiknya saya berpakaian Madura supaya
lebih mudah diterima. Tetapi, jika saya pergi menginjil ke daerah
Irian, tentu saja saya tidak boleh berpakaian Koteka ke sana. Mengapa?
Karena itu menyangkut masalah moral. Dapat dibayangkan seandainya ada
yang memotret saya waktu pelayanan di sana dan hasil “jepretan”nya
dibawa ke Jakarta. Tentu banyak yang akan heboh dan berkata, “Wah! Pak
Suhento pakai Koteka!” Mungkin mereka akan membicarakan bentuk, ukuran,
dan berbagai hal yang secara moral tidak baik. Tentu hal ini akan
berbeda jika kita pergi menginjil di negara Sakura. Kita bisa aja
mengenakan pakaian ala Jepang. Yang wanita tidak dilarang untuk
menggunakan Kimono karena itu tidak melanggar moral. Tentu wanita tidak
diizinkan menggenakan pakaian India yang terlihat pusarnya jika pergi
pelayanan di sana, karena ada unsur moral di dalamnya. Karena ada
sesuatu yang dilanggar. Jadi kita harus dapat memahami hal ini dengan
sebaik mungkin. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia mau melakukan segala
sesuatu karena Injil. Mau menjadi apa saja supaya dapat menyelamatkan
sebanyak mungkin orang itu.


Saya pernah berkomentar dengan
seorang Jawa mengenai masalah Blankon. Saya mengatakan bahwa Blankon
itu lumayan bagus. Kemudian dia memberitahu saya bahwa topi mereka itu
mempunyai filosofinya. Katanya, ketika kita melihatnya, kita akan
melihat bahwa ada suatu yang menonjol di bagian belakangnya, hal itu
sesuai dengan sifat orang Jawa yang suka menyimpan kekesalan dan
kemarahannya di belakang dan berpura-pura manut, sedangkan hatinya
menyimpan perasaan “dongkol.” Sebagai orang Kristen tentu kita tidak
boleh demikian. Filosofi itu tidak sesuai dengan nilai kekristenan.
Firman Allah mengajarkan kita untuk berkata ya di atas ya dan tidak
jika tidak!


I Korintus 14:40 mengajarkan prinsip mengenai masalah
ini. “Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan
teratur.” Pakaian ala Tionghoa yang saya pakai tentu tidak bertentangan
dengan masalah moral. Saya banyak bertemu orang Tionghoa yang sudah
uzur usianya, dan mereka sering berkata kepada anak-anak mereka jangan
masuk agama orang barat. Padahal secara geografis saja mereka salah
karena Yesus berasal dari daerah Timur Tengah yang termasuk daerah
“timur.” Jadi jelas kekristenan tidak berasal dari daerah barat.
Mungkin mereka melihat yang kotbah itu menggunakan dasi dan jas,
sehingga agamanya dianggap sebagai agama barat. Intinya kita bukan
percaya kepada agama dari barat maupun timur, kita hanya percaya kepada
kebenaran.


Saudaraku, di dalam kita mengikut adat-istiadat ada
hal positif dan negatif. Sebagai orang Kristen, kita perlu hati-hati
mengenai ini. Kata hati-hati ini mempunyai arti yang sangat penting.
Ketika saya kuliah di Amerika, saya bertemu dengan pastor yang sudah
sangat tua. Dia dan istrinya pernah ke Indonesia. Ketika bersalaman
dengan saya, ia tidak mengucapkan ucapan selamat ataupun kata-kata
lainnya, tetapi ia berkata, “Hati-hati!” Saya kaget mendengarnya,
kemudian ia menceritakan kisahnya ketika di sini. Ia menaiki taksi di
negara ini, namun ia takut bukan main karena sopirnya “ngebut” banget.
Sehingga dia bertanya apa kata Indonesia untuk carefull. Setelah itu,
kemana saja dia pergi, ia terus mengingatkan supir taksi untuk
hati-hati! Seumur hidup ia akan ingat kata-kata itu. Sehingga ketika
bertemu saya dia mengucapkan kata ini. Hati-hati!


Saya pikir kata
itu lebih penting daripada ribuan kata sapaan. Karena jika kita tidak
hati-hati bisa repot jadinya. Jadi orang Kristen kita bisa salah
langkah dan terjerembab karena tidak hati-hati. Oleh sebab itu, di
dalam mengikuti adat istiadat kita perlu berhati-hati. Pakaian yang
kita pakai tidak akan salah, jika pakaian itu sopan dan teratur. Jangan
mengikuti kegiatan-kegiatan yang menjurus kepada sesuatu yang dapat
menyakiti hati Tuhan, yaitu kegiatan-kegiatan yang ada unsur
mistik-mistikan di dalamnya maupun unsur-unsur moral yang sudah agak
miring.


Saudaraku, banyak budaya di dunia ini yang iblis sudah
memiliki “saham” di dalamnya sehingga ada banyak unsur magis dan agak
sedikit kacau dalam masalah moral di dalamnya. Saya kaget ketika
membaca buku yang menceritakan adat-istiadat orang Eskimo sebelum Injil
masuk ke sana. Dalam tradisi mereka, setiap ada tamu yang datang
berkunjung ke rumah, maka tuan rumah akan memberikan istrinya sebagai
teman tidur tamu. Baru ketika mereka mengenal kebenaran mereka
meninggalkan kebiasaan itu.


Oleh sebab itu, sebagai orang Kristen
kita harus berhati-hati. Pertama, kita perlu diselamatkan. Jika kita
sudah diselamatkan, tuntutan Tuhan dalam hidup kita adalah meninggalkan
dosa dan segala hal yang ada hubungannya dengan iblis karena kita sudah
dimerdekan dan menjadi milik Tuhan. Kita harus meninggalkan semua hal
negatif itu, termasuk di dalamnya adat istiadat yang ada hal-hal yang
demikian. Amin!


Sumber : Khotbah Dr. Liauw (2 Februari 2003)
Disadur ulang oleh Ev. Chandra Johan
http://www.gbiasemarang.blogspot.com, http://www.lexicalife.blogspot.com, http://www.trainingyourchildren.blogspot.com

Kategori: Bahan Renungan Alkitab

Topic Blog: Kesaksian

Keywords Blog: adat istiadat, Alkitab, imlek, kristen, ngaben, ulos

Comments

Iblis Goreng "Saham" ?

@gbiasemarang

Anda menulis:

[Saudaraku, banyak budaya di dunia ini yang iblis sudah
memiliki “saham” di dalamnya sehingga ada banyak unsur magis dan agak
sedikit kacau dalam masalah moral di dalamnya.]

'Saham' iblis ?
Bagaimana cara iblis menanamkan sahamnya ? dari mana ia membelinya ? kapan harganya turun ? kapan harganya naik ?
Just curious;-)

Salam Hangat [=_=]//


^
K*Aw*Ay^