Bagaimana Tentang BAPTISAN? (2)

 

 

Para Reformator: Luther

Dan bagaimanakah pandangan Luther tentang pembaptisan anak kecil? Perkataan Luther agak tidak masuk akal ketika ia mengetengahkan,”Tidak ada cukup bukti dari Alkitab hingga seseorang dapat membenarkan bahwa pembaptisan anak kecil diperkenalkan pada masa orang Kristen mula-mula sesudah masa para rasul....tetapi jelas sekali bahwa tak seorang pun dengan hati nurani yang baik dapat menolak atau meninggalkan pembaptisan anak kecil yang telah dipraktikkan untuk waktu yang begitu lama.”13

Luther juga menyetujui pemusnahan para Anabaptis. Ia tidak mau mengakui bahwa gereja yang benar seharusnya merupakan suatu kelompok yang terpisah dari masyarakat pada umumnya. Sahabatnya Melanchton mengatakan tentang para Anabaptis,”Biarlah sekarang setiap orang yang saleh mempertimbangkan betapa besarnya kekacauan yang akan timbul jika di antara kita berkembang dua golongan, orang yang dibaptis dan orang yang tidak dibaptis!”14 Ia khawatir bahwa gereja pada akhirnya akan benar-benar berbeda dari dunia. Para Anabaptis percaya bahwa pembaptisan anak kecil adalah batu penjuru sistem kepausan; jika itu tidak dihapuskan maka tak akan ada jemaat Kristen.

Jadi, Luther tidak menghentikan Praktik pembaptisan anak kecil. Ketika para ”nabi” dari Zwickau mendesak supaya diadakan pembaharuan-pembaharuan yang lebih radikal, termasuk pembaptisan orang-orang percaya, Luther tak mau berkompromi dengan semua orang Anabaptis, serta menegaskan bahwa mereka dihasut oleh Iblis. Ia bereaksi dengan keras terhadap orang-orang radikal seperti Muentzer yang percaya bahwa ia dan para pengikutnya dapat mendirikan Yerusalem Baru di bumi. Karena terjepit di tengah-tengah topik tentang pembaptisn anak kecil, Luther hendak mendukung kedua pandangan itu. Ia ingin berpegang pada dua doktrin yang bertentangan, yakni pembenaran oleh iman dan kepercayaan bahwa anak-anak kecil dilahirbarukan oleh Baptisan. Dalam tafsirannya tentang Surat Galatia, ia bahkan menyarankan bahwa anak kecil dapat mendengar dan percaya Injil; bahkan, lebih mudah bagi seorang anak untuk percaya daripada seorang dewasa karena anak itu lebih terbuka. Dalam suatu khotbah ia mengemukakan jika seseorang menganggap bahwa anak-anak kecil yang telah dibaptis itu tidak percaya, ia harus menghentikan perbuatan itu ”supaya kita tidak lagi menghina dan menghujat kemuliaaan Allah yang mahatinggi dnegan tindakan gila-gilaan dan ketololan yang tidak beralasan.”

Kita harus mengerti Dilema yang dihadapi Luther. Ia menentang pandangan bahwa sakramen bermanfaat untuk menghapuskan dosa tanpa menghiraukan apakah orang yang menerima sakaramen itu memiliki iman. Luther menekankan bahwa imanlah yang menyelamatkan jiwa. Jadi, satu-satunya cara supaya pembaptisan anak kecil mempunyai validitas adalah bahwa anak itu harus percaya.

Tetapi di lain tempat ia menentang gagasan bahwa iman harus ada supaya sakramen baptisan ada manfaatnya. Ia menulis, dalam apa yang Verdium sebutkan sebagai salah satu hari ketika ia bingung.

Bagaimanakah baptisan dapat lebih dicerca dan dihina daripada jika kita mengatakan bahwa baptisan yang diberikan kepada orang yang tidak percaya bukanlah baptisan yang baik dan sejati!... Apakah baptisan dianggap tidak efektif karena saya tidak percaya?...Adakah doktrin yang lebih menghujat dan menentang yang dapat diciptakan dan dikhotbahkan oleh Iblis sendiri? Namun, para Anabaptis...begitu dipenuhi pengajaran ini. Saya mengemukakan yang berikut: Ada seorang Yahudi yang menerima baptisan, seperti yang sering terjadi, tetapi ia tidak percaya, apakah Anda akan mengatakan bahwa ini bukan baptisan seperti yang sesungguhnya, karena ia tidak percaya? Itu berarti tidak hanya berpikir seperti orang bodoh, tetapi terlebih lagi menghujat dan menghina Allah.15

Dewasa ini ada gereja-gereja yang mengajarkan bahwa anak-anak kecil harus dibaptiskan agar dapat dilahirkan kembali. Liturgi baptisan berbunyi, ”Kami dilahirkan sebagai anak dari umat manusia yang sudah jatuh; dalam air baptisan kami dilahirkan kembali sebagai anak Allah dan pewaris hidup kekal.” Beberapa orang membaptis anak-anak yang tidak ada harapan untuk hidup, sambil percaya bahwa tindakan ini memberi jaminan keselamatan kekal.

Akan tetapi, meskipun anak kecil itu menjadi anak Tuhan melalui baptisan, kelompok PAEDOBAPTIS (yang pro/melakukan praktik Baptisan Anak Kecil) mempunyai masalah. Beberapa anak ini ketika dewasa tidak memeluk iman Kristen, tetapi menjadi berandal. Untuk menghadapi dilema ini, upacara“masuk sidi“ ditetapkan supaya seorang anak dapat meneguhkan keputusan yang telah dibuat oleh orang tuanya. Paul K. Jewett menjelaskan bahwa perlunya praktik ini hanya dapat berarti salah satu dari dua hal: mujizat lahir baru yang dikerjakan lewat baptisan anak kecil itu DIBATALKAN ketika anak itu Dewasa/Akil Balik, atau Upacara “masuk sidi“ itu adalah Pengakuan secara diam-diam bahwa anak itu sebenarnya TIDAK PERNAH DILAHIRBARUKAN.

Para Reformator: Calvin

Dan Bagaimana dengan John Calvin? Seperti Zwingli, ia menemukan hubungan analogis antara tanda sunat dari Perjanjian Lama dan Tanda Baptisan dari Perjanjian Baru. Upacara penyunatan membuktikan bahwa berkat Allah diberikan kepada anak-anak seperti juga kepada orang-tuanya. Karena perjanjian itu tidak berubah, mengapa anak-anak harus dilarang mendapat berkat ini? Calvin mengakui bahwa Alkitab tidak pernah mencatat pembaptisan seorang anak kecil, tetapi ini, kata Calvin, sebenarnya tidak berbeda dari fakta bahwa Alkitab tidak mencatat bahwa ada wanita yang menerima Perjamuan Tuhan. Ia mencela pendapat bahwa gereja mula-mula tidak membaptis anak-anak kecil. Ia tidak dapat berpikir tentang ”satu pun penulis, betapapun kunonya, yang tidak menganggap asal-usul upacara pembaptisan anak kecil di dalam Zaman para rasul sebagai suatu kepastian.”

Seperti Luther, Calvin bergumul dengan masalah bagaimana baptisan dapat berguna bagi seorang anak kecil yang tak dapat percaya. Ia mengatakan bahwa mungkin Allah sebelumnya telah melahirbarukan anak-anak kecil yang akan diselamatkan. Para kritikus mengatakan, jika hal ini benar, maka anak-anak tak akan dilahirkan “di dalam Adam“ melainkan “di dalam Kristus.“ Kesimpulan ini tidak diterima secara luas.

Calvin mempunyai pendapat yang lebih masuk akal. Baptisan tidak mengakibatkan kelahiran kembali anak-anak kecil tetapi hanya berarti bahwa “benih-benih pertobatan terdapat di dalam anak-anak melalui pekerjaan yang rahasia dari Roh Kudus.“ Mereka dibaptis dalam iman dan pertobatan yang akan datang. Ini tidak berarti bahwa anak-anak yang tidak dibaptis harus diserahkan untuk kematian kekal jika mereka mati pada masa anak-anak. Baptisan tidak mengakibatkan kelahiran baru, tapi hanya berarti bahwa “benih-benih pertobatan“ itu ada.

Calvin juga memiliki argumen bagi mereka yang mengatakan jika anak-anak kecil dibaptis mereka juga harus diberikan Perjamuan Kudus. Ia mengatakan bahwa air, tanda kelahiran baru, adalah pantas untuk anak-anak kecil, tetapi substansi yang padat tidak. Juga, penyelidikan diri khususnya dituntut untuk Perjamuan Kudus tetapi tidak untuk baptisan.

MENELITI LEBIH SEKSAMA

Pada permulaan pasal ini, telah disebut sebuah buku yang ditulis oleh Geoffrey Bromiley, Children of Promise, sebagai pembelaan tentang pembaptisan anak kecil. Buku itu berkisar pada dasar pemikiran yang diajukan oleh Calvin, bahwa pembaptisan anak kecil adalah tanda dari Perjanjian Baru sama seperti sunat adalah tanda dari Perjanjian Lama. Paulus menulis:

Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati. (Kolose 2:11-12)

Bromiley menulis bahwa baptisan bukan tanda bagi mereka yang hadir pada upacara itu, tetapi menjadi tanda bagi nama dan perbuatan Allah yang mengangkat kita dalam iman. Tanda itu menyatakan ”bukan apa yang saya lakukan, tetapi apa yang telah Allah lakukan.” Ini menjelaskan mengapa baptisan dapat diberikan kepada orang yang belum percaya. Ini bukan tanda dari iman mereka tetapi tanda tentang apa yang telah Allah lakukan (atau akan lakukan bagi orang yang dibaptis).

Bromiley memandang baptisan sebagai tanda bahwa Allah telah memilih anak kecil itu, sebuah pandangan yang disebut ”Pemilihan Berdasarkan Dugaan” oleh orang-orang dari gereja Calvinis di Swiss yang menganutnya. Akan tetapi, masalahnya adalah beberapa orang yang diduga telah terpilih, tidak percaya ketika mereka sudah cukup umur. Banyak yang mati sebagai orang-orang murtad. Para kritikus dengan cepat menunjukkan bahwa ”Pemilihan Berdasarkan Dugaan” itu benar-benar merupakan dugaan belaka! Tidakkah terlalu gegabah untuk memberikan tanda pemilihan sebelum kita mengetahui apakah anak itu dipilih? Mengapa tidak menanti sampai anak itu sudah cukup usia untuk membuktikan pemilihannya melalui iman dan perbuatan-perbuatan baik?

Bromiley menjawab keberatan ini dalam dua cara: (1) Meskipun segenap bangsa Israel diplih oleh Allah, tidak tiap-tiap orang Israel diselamatkan. Dengan kata lain, semua pria disunat, tetapi tidak semuanya diselamatkan. Demikian juga, semua anak dapat dibaptis meskipun tidak semuanya akan diselamatkan. (2) Bahkan mereka yang mempraktikkan pembaptisan orang percaya menghadapi risiko membaptiskan orang yang kemudian menjadi murtad. Karena itu tanda air tak pernah secara langsung dapat disamakan dengan pemilihan untuk hidup kekal.

Keuntungan-keuntungan apakah yang diterima oleh anak-anak melalui baptisan jika keselamatan mereka tidak dijamin olehnya? Bromiley mengakui bahwa anak-anak itu tidak diselamatkan oleh baptisan dan juga baptisan bukan jaminan bahwa mereka akan diselamatkan. Mereka berada di bawah janji ilahi dan ikut serta dalam pemilihan secara kelompok. Mereka bertumbuh dibawah ”suasana panggilan ilahi.” Baptisan adalah tanda lahiriah, dari kasih karunia yang akan diterima seorang anak jika ia percaya ketika ia cukup umur.

Tetapi masih ada lagi. Kendati Bromiley mengatakan bahwa pembaptisan anak kecil tidak mengakibatkan pembaharuan (di sini ia sepakat dengan Calvin menentang Luther), menjelang akhir bukunya ia mengatakan ada hubungan antara pembaptisan anak kecil dan keselamatan anak kecil. Karena semua anak dilahirkan dibawah hukuman dosa Adam, Allah harus membuat persediaan yang khusus bagi mereka jika mereka akan diselamatkan. Apa yang ingin dianjurkan oleh Bromiley ialah bahwa baptisan adalah sarana yang olehnya anak-anak orang percaya ”memasuki pendamaian yang dikerjakan Anak Allah menurut penilaian Bapa.” Ia juga sependapat dengan Luther bahwa karena iman meskipun ”biasanya ia tidak menyadarinya.”

Bagaimana mengenai anak-anak yang tidak dibaptis? Bromiley tidak berteori, tetapi berharap bahwa mereka juga akan diselamatkan. Tetapi di sini, pembaca buku Bromiley mencapai jalan buntu. Apabila semua yang meninggal dunia sebagai bayi diselamatkan, maka baptisan sama sekali bukan sarana keselamatan. Di pihak lain, jika anak-anak kecil yang sudah dibaptis saja yang selamat pada saat kematian, maka, bertentangan dengan pernyataan yang dibuat Bromiley dalam pasal-pasal pertama dari bukunya, baptisan adalah sarana kelahiran kembali. Masalahnya belum dipecahkan: apakah melalui baptisan anak-anak kecil dilahirkan kembali atau tidak?

Bagaimanakah pendapat kita mengenai penjelasan ini? Pertama-tama, orang yang mengajarkan pembaptisan orang percaya dengan cepat menunjukkan bahwa perbandingan Bromiley antara sunat dan baptisan kurang baik karena Perjanjian yang Baru berbeda sekali dengan perjanjian yang lama. Memang benar bahwa sunat secara rutin dijalankan dalam Perjanjian Lama, baik yang beriman atau tidak. Sunat merupakan tanda dari berkat-berkat perjanjian yang hanya dapat diterima sepenuhnya oleh seorang anak apabila ia memiliki iman pribadi setelah ia cukup umur.

Dibawah perjanjian yang baru, baptisan memainkan peranan yang berbeda. Hanya benih Abraham yang rohani yang menerima tanda baptisan. Artinya, tanda itu dibatasi bagi mereka yang memiliki iman yang menyelamatkan. Seorang anak kecil belum menjadi anggota dari kelompok rohani yang sisa ini. Baptisan adalah tanda, bukan dari iman yang akan datang, tetapi dari iman yang sudah ada. Para reformator sendiri mengetahui hal ini; itulah sebabnya mereka berpendapat bahwa anak-anak kecil dapat percaya, atau berpegang pada pandangan yang sama-sama tidak masuk akal bahwa orang tua atau wali dapat percaya ganti mereka.

Sunat adalah tanda dari berkat duniawi yang bersifat sementara yang diberikan Allah kepada keturunan Abraham. Tanda ini juga menunjuk kepada keuntungan-keuntungan rohani yang pokok bagi mereka yang mau percaya. Sebagai perbandingan, di dalam gereja, daftar silsilah seorang tidak menjamin berkat yang khusus. Itulah sebabnya baptisan dibatasi bagi mereka yang percaya dan oleh karena itu menjadi pewaris hidup kekal.

Kedua, ketika Bromiley mengatakan bahwa penyelamatan dan pembaptisan anak kecil saling berkaitan, agaknya ia secara diam-diam sependapat dengan Luther bahwa anak-anak dilahirkan kembali melalui baptisan. Inilah sebabnya ia menegaskan bahwa anak-anak dapat percaya. Ini bertentangan dengan pernyataan-pernyataannya yang sebelumnya bahwa baptisan tidak menyebabkan seorang anak kecil dilahirkan kembali. Pada satu pihak, ia mengemukakan bahwa baptisan hanyalah suatu tanda dari keselamatan yang akan datang. Pada pihak lain, ia ingin menegaskan bahwa baptisan mengajarkan kelahiran kembali karena anak-anak kecil memiliki iman.

Karl Barth mengatakan, ”Fakta itu tak dapat dielakkan; dalam setiap usaha untuk memikirkan dalam-dalam hubungan antara baptisan dan iman untuk doktrin tertentu mengenai pembaptisan anak kecil, maka kita akan memasuki jalan buntu yang paling menyedihkan, karena dalam pertanyaan ini, satu ketidakjelasan dan kebingungan menimbulkan ketidakjelasan yang lain; satu mengikuti yang lain dan itu terjadi karena memang perlu.”16 (Bagaikan TAMBAL SULAM-dede)

www.dedewijaya.co.cc

Kategori: Teologi

Topic Blog: Teologi dan Alkitab

Keywords Blog: baptisan, doktrin, FUNDAMENTAL