Pengaruh Filsafat New Age thd Pendidikan & Upaya Prevensinya

PENGARUH FILSAFAT NEW AGE TERHADAP PENDIDIKAN DAN UPAYA PREVENSINYA*

oleh: Denny Teguh Sutandio

 

GERAKAN ZAMAN BARU
Ketika di zaman modern orang-orang mengilahkan rasio sebagai sumber kebenaran, maka di zaman postmodern orang-orang mengilahkan perasaan (feeling) sebagai sumber kebenaran. Pengilahan perasaan inilah akar dari Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) yang mulai berkembang sejak tahun 1970-80.1 Sumber wikipedia menyebutkan tidak ada definisi formal dari Gerakan Zaman Baru, tetapi beberapa orang mendefinisikan New Age sebagai suatu tindakan seseorang yang mencoba pengajaran-pengajaran dan praktik-praktik dari tradisi-tradisi arus utama dan tambahan, lalu membentuk suatu kepercayaan dan praktik berdasarkan pengalamannya sendiri. Dari definisi non-formil ini, kita mendapatkan gambaran singkat tentang spiritualitas Gerakan Zaman Baru, yaitu adanya penekanan pada pengalaman pribadi. Karena penekanan pada pengalaman pribadi, maka tidak heran spiritualitas Gerakan Zaman Baru sangat digandrungi khususnya oleh kaum muda. Sumber wikipedia menyebutkan sekarang ini, kira-kira 20% orang dewasa Amerika paling sedikit menganut kepercayaan Gerakan Zaman Baru.

FILSAFAT GERAKAN ZAMAN BARU DAN PENGARUHNYA DI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Lalu, apa yang diajarkan Gerakan Zaman Baru? Karena Gerakan Zaman Baru merupakan formulasi kepercayaan dan praktik yang didasarkan pada pengalaman pribadi, maka ajaran-ajaran Gerakan Zaman Baru adalah campuran dari berbagai arus pengajaran baik dari agama, filsafat, maupun mistisisme. Prof. James W. Sire, Ph.D. di dalam bukunya Semesta Pikiran: Sebuah Katalog Wawasan Dunia Dasar menyebutkan, “Wawasan dunia Zaman Baru sangat sinkretis dan eklektik. Wawasan dunia ini meminjam dari setiap wawasan dunia utama.”2 Oleh karena itulah, kita akan menyelidiki apa yang diajarkan Gerakan Zaman Baru yang dipinjam dari beragam wawasan dunia.

Berikut adalah filsafat, kosmologi, dan pendekatan Gerakan Zaman Baru (GZB) terhadap agama dan sains yang dikutip dari beberapa sumber:
•    Theisme: GZB memercayai adanya ide pantheistik akan Allah, yang ada di dalam semua jalan, termasuk melalui beragam ilah atau politheisme.3
Di titik pertama, GZB mengakui adanya Allah. Tetapi Allah yang dipercayai adalah ilah pantheistik, yaitu ilah-ilah yang banyak dan beraneka ragam serta pantheis. Artinya, para penganut GZB memercayai bahwa tidak ada 1 Allah yang absolut pada diri-Nya, tetapi “Allah” itu termanifestasi di dalam semua manusia. Dengan kata lain, manusia diidentikkan dengan “Allah.” Konsep ini ada yang dipaparkan secara jelas oleh para penganut GZB dan ada juga yang disamarkan. Ide dasarnya adalah kehebatan manusia karena di dalam diri manusia ada kekuatan besar yang sedang tidur dan kekuatan itu harus dibangunkan. Nah, cara membangunkan kekuatan besar itu adalah melalui training motivasi. Training motivasi di dunia postmodern ini sangat laris. Andrie Wongso (seorang Buddhist) terkenal dengan slogannya, “Success is My Right,” Tung Desem Waringin terkenal dengan slogannya, “Dahsyat,” dan Johan Yan (mengaku “Kristen”) terkenal dengan slogannya, “Poor is Sin.” Hampir semua para motivator yang ada baik di Indonesia maupun di luar negeri menganut prinsip tunggal yaitu pantheisme (baik yang dipaparkan secara jelas atau samar-samar). Ternyata, training motivasi ini tidak laku di perusahaan/kantor saja, tetapi juga merambah di dunia pendidikan. Saya sendiri mengamati di sebuah universitas “Kristen” terkenal di Surabaya, sang motivator yang terkenal dengan slogannya, “Success is My Right” diundang. Hal ini tidak usah mengherankan, karena universitas “Kristen” tersebut sudah menjadi atheis terselubung, sehingga GZB dengan leluasa bisa masuk dan memengaruhi semua mahasiswa, dosen, dan civitas akademika yang katanya mengaku “Kristen.” Akibatnya, para mahasiswa, dosen, dll yang ada di universitas tersebut tidak lagi menyadari pentingnya realita dosa, keselamatan, penebusan, dan hidup baru di dalam Kristus. Sehingga tidak heran, meskipun mengaku diri “Kristen,” mereka lebih percaya pada diri mereka sendiri yang hebat, pintar, bergelar akademis, dll, dan tidak lagi mau ditegur dosa atau kesalahan konsepnya jika konsepnya tidak sesuai dengan Alkitab.

•    Kehidupan setelah mati: GZB memercayai bahwa kesadaran setelah manusia meninggal itu ada dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Kehidupan setelah kematian itu bisa berupa bentuk roh, reinkarnasi, dan/atau pengalaman dekat kematian (near-death experiences). Mungkin juga ada kepercayaan tentang neraka, tetapi itu berbeda total dari kepercayaan Kristen tentang neraka sebagai penghukuman kekal.4
Meskipun GZB memercayai adanya kehidupan setelah kematian, konsep mereka berbeda dari konsep Kekristenan. GZB memercayai kehidupan setelah kematian berbentuk roh atau seperti penganut Hinduisme dan Budhisme yaitu reinkarnasi. Reinkarnasi percaya bahwa manusia setelah meninggal, jiwa mereka akan kembali lagi ke dunia ini sebelum akhirnya dimurnikan kembali.5 Reinkarnasi bukan hanya berdampak pada dunia spiritualitas saja, tetapi juga di dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang memercayai paham reinkarnasi biasanya menghasilkan etos kerja yang tidak bertanggungjawab. Mengapa? Karena orang tersebut memercayai bahwa jiwa manusia itu terus berulang (siklis), sehingga kalau pun di dunia ini perbuatan baiknya (termasuk pekerjaan) masih kurang, di dunia akan datang, orang yang sama bisa lebih berbuat baik (bekerja lebih keras), sampai akhirnya jiwanya disempurnakan. Dan lagi, perbuatan/pekerjaan baik yang mereka lakukan pun pasti memiliki motivasi yang tidak baik, yaitu supaya nanti setelah mati, ia bisa lahir kembali dalam rupa yang lebih baik. Selain di dalam pekerjaan, reinkarnasi ini juga berpengaruh pada dunia pendidikan, di mana mahasiswa/siswa yang menganut konsep ini akan menjadi malas belajar, karena mereka percaya bahwa di dunia yang akan datang, mereka bisa belajar lebih giat lagi ketimbang sekarang. Tidak heran, di zaman postmodern ini, banyak mahasiswa (Kristen maupun non-Kristen) yang menganut GZB menjadi mahasiswa pragmatis dan utilitarian.

•    Astrologi: GZB memercayai adanya astrologi, horoskop, dan zodiak.6
Kemudian, GZB juga memercayai alam mistis, di mana shio dan bintang memengaruhi kehidupan seseorang, baik pekerjaan, cinta, jodoh, bisnis, dll. Konsep ini diajarkan melalui dua media/sarana. Pertama, media cetak. Di sebuah majalah remaja/acara remaja di TV swasta, konsep GZB ini ditemukan dan konsep ini mau tidak mau akhirnya meracuni para remaja/pemuda untuk lebih memercayai ramalan bintang. Kedua, media verbal/lisan. Ramalan shio, bintang, hari, dll biasanya diajarkan oleh orangtua kuno (pendidikan first decree) pada anak-anaknya, misalnya, malam Jumat Kliwon, setan berkeliaran. Lalu, orangtua tersebut juga mengajar anaknya untuk tidak menikah dengan orang yang shionya Kelinci, karena orang yang shionya Kelinci itu keras, dll. Akibatnya, anak-anak seperti ini ketika bertumbuh menjadi dewasa memercayai hal itu dan akhirnya menerapkan konsep pengajaran itu kepada anak-anak mereka setelah mereka menikah. Dan hal itu terus berlanjut sampai ke cucu, cicit, dan keturunan-keturunannya (meskipun banyak dari mereka mengaku diri “Kristen”). Pendidikan dekrit pertama dari orangtua yang seharusnya mengajar anak-anak dengan pendidikan yang bertanggungjawab dan beriman, sekarang dirusak oleh setan dengan pendidikan mistik yang berpusat pada setan.

•    Teleologi: GZB memercayai adanya tujuan dalam hidup. Ini mencakup kepercayaan akan sinkronisitas (synchronicity) yang memiliki makna spiritual, dan mengandung pelajaran spiritual yang mengajar bahwa segala sesuatu secara universal berhubungan dengan Allah, berpartisipasi di dalam energi yang sama. Itulah tujuan kosmis dan kepercayaan bahwa semua keberadaan (entity) bekerja sama menuju tujuan ini.7
Meskipun GZB memercayai adanya tujuan hidup, tujuan hidup tersebut bukan tujuan yang ditetapkan Allah, tetapi tujuan yang bekerja sama bersatu di dalam makro kosmos. Artinya, semua manusia ini adalah mikro kosmos yang pada akhirnya bersatu di dalam makro kosmos. Dengan kata lain, di dalam sebuah makro kosmos tersebut, terdapat beragam mikro kosmos yang berbeda (karena adanya perbedaan pribadi setiap manusia). Jika memang terdapat beragam mikro kosmos yang berbeda di dalam satu makro kosmos, bisakah mikro kosmos memiliki tujuan hidup sejati? Bukankah mikro kosmos ini memiliki tujuan hidup yang tidak jelas (ambigu) karena tidak adanya standar di dalam makro kosmos? Karena ambiguitas dan kekacauan di dalam tujuan hidup, akibatnya, orang-orang yang menganut paham GZB pun memiliki kekacauan arah dan tujuan hidup. Mereka menetapkan sendiri tujuan hidup yang “cocok” dengan kemauannya sendiri. Di dalam dunia pendidikan, hal ini semakin terlihat. Hampir tidak adanya satu guru/dosen Kristen yang mengarahkan anak didiknya untuk menggumulkan tujuan hidupnya menurut kehendak Tuhan, akibatnya anak didik dari kecil dibiarkan sesuka hatinya menetapkan tujuan hidupnya. Dan yang lebih parahnya, para anak didik menetapkan tujuan hidupnya menurut apa yang mereka mau atau apa yang “cocok” dengan selera mereka/orang-orang terdekat mereka baik akibat pengaruh orangtua, teman, saudara, pasangan hidup (pacar), atau penetapan diri sendiri.
 

•    Spiritualitas eklektik: GZB memercayai bahwa setiap orang harus mengikuti jalannya sendiri menuju pada spiritualitas dan tidak mengikuti dogma. Agama-agama dan filsafat-filsafat yang berbeda dari seluruh dunia menawarkan praktik-praktik yang berbeda yang dapat diadopsi oleh orang-orang dalam pencariannya.8
Setelah manusia tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, para penganut GZB diajarkan untuk menentukan tujuan hidup itu semakin kacau yaitu menurut jalannya sendiri dan mengabaikan dogma. Tujuan hidup yang semakin kacau diakibatkan oleh paham universalisme yang menganggap semua agama itu sama saja. Karena semua agama itu sama saja, maka tujuan hidup seseorang itu sama saja. Arti konsep ini ada dua:
Pertama, human-centered life. Penganut GZB diajarkan untuk menentukan tujuan hidup menurut jalannya sendiri, dengan kata lain, mereka diajarkan untuk menentukan tujuan hidupnya sendiri yang berpusat pada manusia. Akibatnya, jika ada orang lain yang mencoba mengusik kelemahan konsepnya ini, mereka akan marah dan mengatakan bahwa orang lain tersebut tidak usah mengurusi hidupnya sendiri (“My business is my business. Your business is your business. My business is not your business. Your business is not my business. So, let us do our own business.”). Tetapi herannya, ketika ada orang lain yang memiliki konsep tujuan hidup yang berbeda dari konsep tujuan hidup para penganut GZB yang self-centered ini, mereka akan ngamuk dan cenderung menghina dengan mengatakan bahwa hari begini tidak usah mengurusi masalah Tuhan segala, yang penting apa yang kita anggap baik, jalankan saja. Dengan kata lain, para penganut GZB tidak mau diusik konsep tujuan hidupnya oleh orang lain, tetapi secara kontradiksi, mereka suka mengusik dan menghina konsep tujuan hidup orang lain yang lebih tinggi. Inilah ketidakkonsistenan konsep GZB. Hal ini juga nampak dalam dunia pendidikan, di mana para anak didik diarahkan untuk terus memikirkan apa yang menjadi cita-cita mereka, bukan apa yang Tuhan kehendaki. Cita-cita mereka ini digenjot dengan training motivasi baik dari guru/dosennya atau mengundang para motivator untuk mengajarkan bahwa cita-cita mereka itu baik dan harus dikembangkan (bukan menurut apa yang Tuhan kehendaki). Hal ini tercermin di dalam falsafah pendidikan Maria Montessori di dalam Sekolah Baby Smile di Surabaya di mana mereka percaya bahwa setiap orang secara moral itu baik, maka pendidikan dimaksudkan untuk membuat anak didik semakin baik.

Kedua, mengabaikan dogma. Orang yang cuek dengan tujuan hidup adalah orang yang mengabaikan dogma. Dogma bagi mereka adalah dogma yang kaku, kolot, otoritatif, dan mengikat. Akibatnya, bagi mereka, ketika dogma dijalankan, mereka tidak bisa bebas lagi. Pengabaian dogma juga berdampak pada dunia pendidikan yang tidak mau diintegrasikan dengan dogma apalagi dogma Kristen. Di dalam dunia pendidikan, hal ini juga nampak. Tidak heran seorang dosen yang mengaku diri “Kristen” di sebuah universitas “Kristen” di Surabaya berani mengatakan bahwa sains dan agama tidak ada hubungannya.
 

•    Anti-Patriarchy: GZB memercayai bentuk feminin dari spiritualitas, termasuk bentuk feminin dari ilah, misalnya Aeon Sophia di Gnostisisme.9
Konsep lain dari GZB adalah munculnya anti kepemimpinan pria atau yang lebih dikenal dengan Feminisme. Meskipun terdapat beragam variasi feminisme, ide dasarnya adalah penyamarataan pria dan wanita di dalam tugas dan kewajiban. Jika pria bisa menjadi presiden, wanita pun berhak menjadi presiden, dll. Hal ini dimulai dari ide Grika tentang adanya ilah yang feminin (dewi) yaitu adanya dewi Aeon Sophia. Gambaran ilah yang agung dijadikan feminin (kewanita-wanitaan), begitu pula hal ini berimplikasi di dalam dunia kita sekarang. Gambaran malaikat yang cowok sekarang digambarkan oleh banyak gereja dengan peran cewek yang feminin. Di dalam dunia pendidikan pun, para pria tidak diajar bagaimana menjadi seorang pria yang berintegritas, bertangungjawab, berbijaksana, dll, sedangkan para wanita diajar bagaimana menjadi wanita yang sopan, lembut, perhatian, dll, tetapi semuanya dikaburkan. Pria dan wanita diajarkan hal yang sama tanpa adanya perbedaan penekanan. Akibatnya, tidak heran, ada seorang wanita yang kelakuannya maskulin (tomboi): tidak sopan, tidak lembut, dll. Tetapi herannya, kalau di angkutan umum, para cewek minta diperhatikan/dikhususkan, misalnya para cowok harus memberikan tempat duduk kepada seorang wanita/ibu. Selain itu, banyak wanita yang menjadi wanita karier adalah wanita yang berintegritas, keras, tegas, dll, seperti layaknya seorang pria, lalu ketika wanita karier ini menjadi seorang istri, ia pun memperlakukan suaminya seperti seorang pegawai.
 

•    Sains (ilmu pengetahuan): GZB memercayai bahwa sains Barat mengabaikan terapi alternatif, seperti parapsikologi, meditasi, dan kesehatan holistik. Bagaimanapun, sains dan spiritualitas akhirnya harmonis. Penemuan-penemuan baru di dalam sains, seperti evolusi dan mekanik quantum (quantum mechanics), ketika secara benar dimengerti, menunjuk pada prinsip-prinsip spiritual.10
Konsep terakhir GZB adalah dimunculkannya hal-hal mistik pada dunia sains/ilmu pasti. Mereka mengajar bahwa sains dan spiritualitas pada akhirnya harmonis dengan pengertian bahwa semua hal sains menuju pada prinsip-prinsip spiritual. Akibatnya, para anak didik di dalam dunia pendidikan tidak lagi memelajari sains yang murni/pasti, tetapi sains yang ambigu/tidak pasti, karena mengandung unsur-unsur spiritual. Tidak heran juga, game-game yang digandrungi oleh anak muda zaman sekarang adalah bergenre virtual reality (realita semu).

PREVENSI KRISTEN TERHADAP PENGARUH FILSAFAT GERAKAN ZAMAN BARU DI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Sebagai kritik dan pencegahan Kristen terhadap pengaruh filsafat GZB terhadap dunia pendidikan, saya mengusulkan dua hal yang menjadi doktrin Kristen dan aplikasinya dalam kehidupan Kristen khususnya dalam dunia pendidikan.
1.    Allah adalah Pencipta
Kekristenan yang berdasarkan Alkitab percaya bahwa Allah adalah Pencipta dunia beserta segala isinya, termasuk manusia. Alkitab mencatat bahwa Allah menciptakan manusia: laki-laki dan perempuan. Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah sebagai makhluk ciptaan. Sebagai pribadi yang diciptakan, Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. memaparkan konsep yang menarik, yaitu manusia adalah makhluk yang memiliki “kehendak bebas” (manusia sebagai pribadi) sekaligus manusia yang harus bergantung dan taat mutlak pada Pencipta (yang diciptakan).11 Karena manusia memiliki “kemandirian yang relatif”, maka manusia berhak menentukan hidupnya sendiri termasuk bagi masyarakat. Tetapi ia harus ingat bahwa manusia tetap adalah ciptaan yang harus bergantung pada Allah. Dosa mengakibatkan manusia tidak lagi sadar bahwa dia hanya manusia, sehingga ia ingin menjadi seperti Allah. Itulah sebenarnya konsep GZB bahwa manusia = Allah. Konsep ini harus dicegah dengan cara para guru/dosen Kristen harus kembali mengajar ulang tentang doktrin Kreasionisme/Penciptaan dan Hamartologi/Dosa kepada para anak didik mereka, sehingga mereka tidak lagi berpikiran bahwa manusia = Allah.

Akibat kedua dari dosa tersebut adalah bingungnya identitas diri. Dosa mengakibatkan manusia sendiri bingung akan identitas/jati dirinya sebagai manusia. Manusia pria bingung tentang natur, tugas, dan kewajiban pria, begitu juga dengan wanita. Karena kebingungan ini, secara pragmatis, manusia postmodern segera menyamaratakan semua tugas dan kewajiban baik pria maupun wanita. Manusia menjadi bingung akan jati diri, mengapa? Karena dosa. Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya The Defense of the Faith memaparkan bahwa dosa berarti interpretasi manusia berdosa (yang mengambil alih posisi interpretasi Allah) terhadap dunia ini. Supaya manusia tidak lagi bingung akan jati dirinya, manusia harus disadarkan kembali akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia pria dan wanita yang diciptakan sama namun berbeda dalam fungsi dan tanggung jawabnya di hadapan Tuhan. Sudah saatnya para pendidik Kristen mengajar dan mendidik para anak didiknya tentang konsep bahwa manusia pria dan wanita itu sama-sama diciptakan Allah dengan dua tugas, peran, dan tanggung jawab yang berbeda yang nantinya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

2.    Allah adalah Sumber Segala Sesuatu
Selain sebagai Pencipta, Allah adalah Sumber Segala Sesuatu. Saya membagikan Allah sebagai Sumber Segala Sesuatu ini menjadi 4 pengertian:
Pertama, Allah sebagai Sumber Kehidupan. Karena sebagai Pencipta, Ia tentu memiliki makna dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Dengan kata lain, Ia adalah Kehidupan. Kehidupan itu telah dinafaskan kepada manusia sehingga manusia yang dari debu tanah menjadi makhluk yang hidup. Tetapi dosa merusakkan semuanya dan akibatnya, manusia yang hidup tidak lagi memiliki makna dan tujuan hidup. Puji Tuhan, Allah mengutus Putra-Nya yang Tunggal, Tuhan Yesus Kristus yang adalah Jalan dan Kebenaran dan Hidup (Yoh. 14:6) untuk memberikan kehidupan sejati yang Allah maksudkan kepada umat pilihan-Nya, sehingga setiap umat-Nya dapat hidup dan bahkan hidup berkelimpahan (bukan dalam pengertian materi) di dalam-Nya (Yoh. 10:10). Penebusan Kristus mengembalikan natur manusia kepada natur yang sesungguhnya yaitu gambar dan rupa Allah, sehingga manusia yang dahulu tak memiliki tujuan hidup akhirnya memiliki tujuan hidup yang pasti, lalu Roh Kudus menyempurnakan hal tersebut sampai kesudahannya. Sehingga tujuan hidup umat pilihan-Nya menjadi jelas dan pasti karena Allah yang telah mencipta, menebus, dan terus menyempurnakan umat-Nya itulah sebagai Sumber Kehidupan. Kehidupan di luar Allah Trinitas adalah kehidupan yang sia-sia, karena kehidupan itu tidak memiliki dasar, makna, dan tujuan hidup yang jelas.

Kedua, Allah sebagai Sumber Hikmat. Karena Ia telah menciptakan dunia ini, maka Ia tentu juga sebagai Sumber Hikmat yang mengatur dunia ini (pemeliharaan/providensi-Nya). Dengan kata lain, semua dunia ini dan pengetahuannya harus bersumber pada Allah sebagai Sumber Hikmat (Ams. 1:7). Semua pengetahuan di luar Hikmat Allah adalah pengetahuan yang sia-sia. Karena kita percaya bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan segala pengetahuan, maka sudah seharusnya semua orang Kristen yang takut akan Tuhan harus mengintegrasikan setiap doktrin iman Kristen dengan setiap bidang pengetahuan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, bisnis, dll. Artinya, setiap doktrin iman Kristen menjadi sumber, penghakim, penuntun dari semua bidang pengetahuan untuk memuliakan Tuhan. Akibatnya, setiap sains atau bidang pengetahuan lain yang tidak sesuai dengan Alkitab (misalnya yang dipengaruhi GZB) harus dihakimi. Itulah tugas dan peran serta tanggung jawab para pendidik Kristen khususnya ketika mengajar sains (baik: Fisika, Matematika, maupun Kimia) yang dikaitkan dengan iman Kristen yang solid.

Ketiga, Allah sebagai Sumber Pengharapan. Selain Sumber Hikmat, Ia juga adalah satu-satunya Sumber Pengharapan kita. Pengharapan di sini berarti pengharapan di dalam hidup kita. Ketika GZB mencoba menawarkan shio, bintang, dll di dalam horoskop, dll, mereka sebenarnya sedang berusaha menuntun manusia untuk melupakan Tuhan sebagai Sumber Pengharapan lalu berbalik kepada setan dan ramalan manusia yang belum tentu benar. Nah, inilah tugas, peran, dan tanggung jawab para pendidik Kristen dalam mendidik dan mengajar para anak didik bahwa mereka harus berharap hanya kepada Tuhan di dalam seluruh hidupnya, baik jodoh, keuangan, pekerjaan, dll, karena di dalam Dia ada Pengharapan yang pasti, di mana Dia sendiri adalah Allah yang kekal (tidak berubah) yang patut dipercayai.

Keempat, Allah sebagai Sumber Keselamatan. Selain Ia sebagai Sumber Pengharapan, Ia juga sebagai Sumber Keselamatan kita yang pasti. Artinya, kita bisa memiliki pengharapan hidup yang pasti tatkala kita sudah diselamatkan oleh satu-satunya Sumber Keselamatan kita, yaitu Allah Trinitas. Allah Bapa merencanakan keselamatan bagi umat pilihan-Nya di dalam Kristus, Allah Anak (Tuhan Yesus) menggenapi apa yang telah direncanakan Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus menyempurnakan apa yang telah dikerjakan Kristus. Semua karya keselamatan dari Allah Trinitas ini mengindikasikan bahwa Allah yang mencipta juga adalah Allah yang menyelamatkan dan memelihara keselamatan dan hidup umat-Nya, sehingga sebagai umat-Nya, kita tidak perlu kuatir akan kehilangan keselamatan kita. Ia yang memulai keselamatan, Ia pula lah yang pasti menyempurnakan dan mengakhirinya. Haleluya! Berarti, di dalam Kristus, kita memiliki kehidupan setelah kematian, yaitu hidup bersama-sama dengan Kristus di Surga (Yoh. 11:25). Inilah yang tidak dimiliki di dalam konsep GZB tentang kehidupan setelah kematian. GZB hanya memercayai adanya hidup setelah kematian di dalam pengertian siklis dan tidak pasti, bukan dalam pengertian linear dan pasti. Di sini, Kekristenan menjawab semua problematika GZB tentang kehidupan setelah kematian, karena GZB tidak memiliki pengertian totalitas akan kehidupan, sedangkan Kekristenan memilikinya (bdk. konsep Allah sebagai Sumber Kehidupan di poin atas). Nah, kembali, tugas para pendidik Kristen adalah memberitakan Injil di dalam pendidikan kepada para anak didik mereka sehingga dari kecil, mereka disadarkan akan pentingnya kehidupan, hikmat, pengharapan, dan keselamatan yang dikerjakan Allah Trinitas di dalam hidupnya. Sambil menginjili, para pendidik tetap harus berdoa agar Roh Kudus bekerja melahirbarukan dan mencerahkan hati dan pikiran para anak didik, sehingga mereka boleh bertobat sejak dini. Pendidikan Kristen jangan pernah dilepaskan dari penginjilan.

Biarlah, melalui dua prinsip utama prevensi Kristen terhadap pengaruh filsafat GZB di dalam dunia pendidikan boleh menyadarkan kita akan urgensinya peran, tugas, dan tanggung jawab para pendidik Kristen di era postmodern ini. Sudahkah kita siap menjawab tantangan zaman dan menantang zaman postmodern ini dengan kebenaran Alkitab? Amin. Soli Deo Gloria.

Catatan kaki:
1.    http://en.wikipedia.org/wiki/New_Age
2.    James W. Sire, Semesta Pikiran: Sebuah Katalog Wawasan Dunia Dasar, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya: Penerbit Momentum, 2005), hlm. 188.
3.    http://en.wikipedia.org/wiki/New_Age
4.    Ibid.
5.    Gerald O’Collins, S.J. dan Edward G. Farrugia, S.J., Kamus Teologi, terj. I. Suharyo, Pr. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius), hlm. 276.
6.    http://en.wikipedia.org/wiki/New_Age
7.    Ibid.
8.    Ibid.
9.    Ibid.
10.    Ibid.
11.    Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya: Momentum, 2003), hlm. 8-9.

* Makalah ini merupakan revisi dari Tugas Paper Sekolah Theologi Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika Matakuliah “Pendidikan dan Pengaruh Filsafat Dunia: Suatu Tinjauan Iman Kristen” yang diajar oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. Makalah ini sudah dikoreksi oleh dosen matakuliah ini (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.).

 

 

“Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.”
Kolose 2:8

To search for wisdom apart from Christ means not simply foolhardiness, but utter vanity.
Dr. John Calvin

 

Keywords Artikel: Pendidikan Kristen Vs Pendidikan New Age

Topic Artikel: Pendidikan