Aktualisasi Diri

Kata kunci: (1). Causa, yang menyebabkan, yang mendatangkan akibat. Secara filosofis kata ini merujuk kepada penyebab pertama dari suatu proses; being yang berkeberadaan. Causalitas, hubungan sebab akibat. (2). Motivasi, (peng)alasan, daya batin, dorongan, motivasi. Alasan untuk melakukan suatu tindakkan.

Secara realitas, kita bertindak berdasarkan dua alasan, yaitu motivasional dan kausalitas. Pertama, model hidup yang dijalankan berdasarkan alasan motivasional. Secara subjektif, manusia lebih cenderung bertindak dengan kendali motivasional untuk tujuan tertentu. Abraham Maslow, dalam analisa psikologinya mengenai hierarki kebutuhan dapat menjadi acuan bahwa motivasi hidup manusia adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Mulai dari kebutuhan yang mendasar sampai kepada kebutuhan khusus dan dengan pengalaman yang khusus pula. Perjuangan hidup manusia dimotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan tuntutan dan tingkat masing-masing. Faktanya, seseorang tidak mungkin berusaha untuk mendapatkan rasa aman jika ia belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya atau seseorang tidak sanggup beraktualisasi jika ia belum dapat membangun harga dirinya. Intinya, tuntutan pemenuhan setiap tingkat kebutuhan selanjutnya sangat bergantung kepada kondisi kebutuhan di tahap yang paling rendah. Alasan dan dasar hidup seperti ini hanya menjadikan manusia sebagai pribadi yang hanya berjuang untuk hal-hal yang diinginkan oleh hampir semua orang di dunia ini. Sekolah-sekolah kepribadian, seperti John Robert Powers dan sejenisnya sangat menekankan motivasi dalam hidup. Motivasi dekat dengan keinginan dan kebutuhan. Kita dituntut untuk memiliki motivasi dalam segala hal yang kita kerjakan. Motivasi itu baik tetapi bukan segala-galanya untuk seorang pribadi yang utuh! Rata-rata orang bekerja dengan motivasi. Motivasi dapat membuat makmur, tetapi tidak untuk sukses dan kepuasan. Untuk menjadi pribadi yang motivasional, ingat saja: “vini, vidi, vici”! Motivasi dapat membuat orang menjadi egois. Hidup yang digerakkan secara motivasional hanya menuntut seseorang untuk menggapai hal-hal yang temporal. Hanya memiliki motivasi saja, Anda tidak sanggup untuk mencapai kebutuhan tingkat tinggi, yaitu aktualisasi diri!

Kedua, model hidup yang dikerjakan berdasarkan alasan kausalitas. Dalam posisi ini motivasi menjadi sebuah tuntutan yang sekunder. Prioritas hidup yang didasarkan pada causal ini sebagai pengalaman puncak yang di dalamnya seseorang tidak lagi termotivasi hanya kepada: “apa yang akan kami makan; apa yang akan kami minum; dan apa yang akan kami pakai, sebab semuanya itu dicari oleh semua bangsa”. Orientasi hidup terfokus pada tanggungjawab untuk keutuhan realisasinya. Hidup tidak melulu Physical, physiological, belonging needs, dan self esteem, tetapi juga actualization. Aktualisasi adalah kebutuhan tertinggi, tidak banyak orang yang dapat mencapainya. Aktualisasi sebenarnya kemampuan seorang untuk menyatakan maksud ilahi secara personalitas di dalam dirinya secara aktual. Ia bahkan menyangkal eksistensinya sendiri. Penyangkalan eksistensi ini dilakukan untuk masuk ke dalam Missio Dei; dalam pengertian efektifitas hidup yang utuh, yakni sebagai God’s image.

Di tingkat ini segala sesuatu dikerjakan berdasarkan alasan kausalitas, yang dianggap sebagai panggilan hidup dan bukan tuntutan hidup. Hidupnya diaktualisasikan untuk sesuatu atau pribadi yang dianggap menjadi Inspirator pribadinya. Inspirator ini yang menjadi kendali baginya untuk hidup dan berkarya. Inspirator ini memberikan kendali yang memproyeksi hidup dan karya manusia secara obyektif; sekaligus menjadi pusat hidup dan karya pribadi yang beraktualisasi tersebut. Orang-orang yang hidup dalam tingkat aktual ini akan menganggap bahwa segala sesuatu yang ia kerjakan sebagai panggilan hidup untuk menjadi segala-galanya dalam segala sesuatu bagi kepentingan semua dan untuk semua dan di dalam semua. Ia menjadikan dirinya segala-galanya bagi semua. Hidupnya secara sadar diproyeksikan untuk tujuan yang bernilai tinggi. Dunia ini dipengaruhi oleh orang-orang yang secara sadar dan dengan alasan kausalitas mengaktualisasikan dirinya.

Orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya sangat memahami bahwa ada eksistensi lain tinggal (indwelling) di dalam atau di luar keberadaannya sendiri yang mengendalikan prilaku dan tindakkannya untuk melakukan sesuatu. Inilah prilaku orang yang mengerti makna dan tujuan hidup. Hidup itu eksistensi yang nyata. Pengalaman hidup tertinggi bagi seseorang adalah ketika dia mampu mengaktualisasikan keberadaannya sebagai pribadi yang hidup dan utuh. Tetapi, orang yang seperti ini hanya ditemui di dalam pribadi-pribadi tertentu! Alasannya, tidak semua orang mengerti panggilan hidup; tidak semua orang mengerti tanggungjawab; tidak semua orang memahami pekerjaan-pekerjaan kekal; tidak semua orang mengerti apa artinya berguna; dan tidak semua orang sanggup dikendalikan oleh pribadi di luar dirinya sendiri. Anda mengenal Søren Kierkegaard? Eksistensialis dari Denmark itu memberikan keterangan, bahwa hanya pribadi-pribadi yang telah mengalami encountering dengan the extraordinary beinglah yang sanggup memahami panggilan dan tuntutan hidup serta menjadi kesenangan bagi inspiratornya. Sebenarnya ia ingin mengatakan bahwa hidup ini sebagai manifestasi dari segala sesuatu yang kita percayai sebagai being yang menjadi causal bagi pribadi kita.

Mempertanyakan tentang apa yang mengendalikan hidup Anda sama halnya dengan mengatakan mengertikah Anda makna hidup! Apakah Anda pernah berpikir bahwa hidup ini dipersonifikasikan seperti uap atau bunga rumput yang sebentar saja kelihatan dan akan lenyap? Secara kronologis, produktifitas manusia paling lama 70 tahun, jika kuat 80 tahun, mahkotanya adalah kesesakan dan penderitaan. Apa yang menjadi kendali dalam masa-masa produktif hidup Anda?

Mungkin Anda akan berkata, “aku sendiri yang mengendalikan hidupku untuk berjuang dan mendapatkan segala sesuatu yang olehnya aku termotivasi bertindak!”. Atau Anda berkata, “Aku hidup dan berjuang hanya untuk kepuasan pribadi dan aku tidak perduli dengan pergumulan orang lain!”. Di sinilah letak kegagalan kita dalam memahami kendali di hidup kita; yang juga menyebabkan kita gagal untuk mengaktualisasikan hidup kita. Hidup hanya dianggap ‘untuk’, yaitu untukku2 dan untukku, tetapi tidak pernah ‘demi’, demi kemuliaan dan sesuatu yang sejati! Siapa yang percaya kepada yang ilahi, dia pasti mengerjakan pekerjaan-pekerjaan ilahi! Ia mengerjakan segala sesuatu seperti untuk Tuhan. Pekerjaan apa? Yaitu pekerjaan yang dilakukan karena dirinya sendiri telah merasakan kebaikan-kebaikan Ilahi yang sebenarnya tidak pantas ia terima, gratia Dei! Ia sendiri ingin memanifestasikannya bagi orang lain. Orang akan melihat Tuhan di dalam dirinya. Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan suara hati dan hidup yang baru sebagai syaratnya. Orang yang melakukan kehendak Allah adalah orang yang hidupnya dikendalikan oleh tujuan ilahi itu sendiri. Ia akan menjadi tangan Tuhan yang aktual bagi orang lain.

Apakah hidup Anda sudah dikerjakan dengan kendali ilahi yang bernilai kekal? Sebagai insight, ingatlah pernyataan ini, “Jangan berlari tanpa tujuan dan jangan jadi petinju yang sembarangan memukul, ...hendaklah kita melakukan pertandingan dengan baik untuk memperoleh hadiah...”. Hidup kita yang dihidupi sekarang ini bukan dikendalikan oleh motivasi-motivasi yang tidak bernilai dan untuk temporal saja, tetapi harus dikendalikan secara ilahi dan dengan alasan kaus2alitas untuk beraktualisasi dalam mengerjakan segala sesuatu yang bernilai kekal yang harus digapai di dalamnya! Katakan saja aku adalah “Homo Illuminatio Dei”.


Sola Gratia,
Riwon Alfrey

 

Keywords Artikel: Pengembangan Diri

Topic Artikel: Renungan dan Artikel