WAKTU DAN KEDAULATAN ALLAH

Perspektif Kristen Mengenai Waktu dan Aplikasinya-1:
WAKTU DAN KEDAULATAN ALLAH

oleh: Denny Teguh Sutandio



Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
(Mzm. 90:12)

dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
(Ef. 5:16)

 

PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Apa itu waktu? Masalah waktu adalah masa urgen yang dirasakan oleh semua manusia. Semua manusia yang hidup di dunia pasti memiliki waktu. Tetapi yang menjadi permasalahannya adalah apa yang mereka mengerti mengenai waktu dan bagaimana mereka mempergunakan waktu tersebut. Dunia postmodern mengajarkan pragmatisme, di mana segala sesuatu dilakukan dengan semangat semaunya sendiri. Hasilnya, manusia postmodern kurang mengerti definisi waktu dengan tepat dan menggunakannya dengan bertanggung jawab. Tidak heran, banyak orang menghambur-hamburkan waktunya untuk melakukan sesuatu yang kurang bermanfaat bahkan tidak bernilai. Ketidakmengertian mereka akan waktu dan bagaimana memanfaatkan waktu dilatarbelakangi oleh ketidakmengertian mereka akan konsep nilai. Jika mereka mengerti konsep nilai, mereka akan mengerti salah satu pewujudnyataan nilai itu di dalam waktu. Mari kita mencoba mengerti apa yang dunia ajarkan tentang waktu, lalu kita akan meninjaunya dari perspektif Alkitab dan aplikasinya di dalam menebus waktu.

KONSEP DUNIA MENGENAI WAKTU
Ada beberapa prinsip mengenai waktu yang dunia ajarkan.
1. Waktu Itu Melingkar
Dunia Timur mengajarkan bahwa waktu adalah melingkar (circular). Manusia yang hidup suatu saat pasti mati, setelah mati, ia akan mengalami reinkarnasi di dalam dunia lagi sesuai dengan jasanya ketika ia dulu masih hidup. Konsep ini mengakibatkan orang tidak memikirkan lagi apa artinya pertobatan, kebenaran, dan iman. Mengapa? Karena orang yang berpikiran melingkar pasti malas bertobat, karena toh, di kesempatan mendatang, ia bisa “bertobat.”

2. Waktu Adalah Uang
Konsep dunia Barat mengajarkan bahwa waktu adalah uang (time is money). Konsep ini mengajarkan bahwa waktu itu sama berharganya dengan uang. Konsep ini dilatarbelakangi oleh jiwa materialisme dari dunia Barat yang mengukur segala sesuatu dari asas manfaat (utilitarianisme). Seseorang melakukan segala sesuatu setelah ia mengukur bahwa yang ia lakukan itu “bermanfaat” (dalam arti: menguntungkan). Jika tidak bermanfaat, ia tidak akan mengerjakannya. Oleh karena itu, tidak heran, waktu dipersamakan dengan uang. Manusia tentu tidak mau membuang-buang uang, makanya jangan pernah membuang-buang waktu. Konsep ini sebenarnya adalah konsep yang rendah, karena waktu dipersamakan dengan benda materi, padahal waktu lebih bernilai ketimbang uang. Inilah kegagalan pola pikir Barat dan “Kristen” yang dipengaruhi utilitarianisme.

3. Waktu adalah Kesempatan
Konsep ketiga mengenai waktu yaitu waktu adalah kesempatan. Konsep ini lebih agung sedikit dari dua konsep pertama, karena konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa di dalam setiap waktu selalu ada kesempatan. Di dalam kesempatan itu, kita harus mengejar dan mendapatkan sesuatu yang bernilai, dan memberikan/melakukan sesuatu yang bernilai kepada orang lain. Tidak heran, ada pepatah mengatakan, “Jangan buang-buang kesempatan.” Konsep ini baik, tetapi tetap memiliki dua kelemahan, yaitu tidak memiliki definisi yang tepat tentang konsep nilai di dalam kesempatan dan juga tidak memiliki konsep yang tepat bagaimana kesempatan itu dikaitkan dengan kedaulatan Allah.

KONSEP ALKITAB MENGENAI WAKTU
Ketika dunia mengajarkan 3 konsep waktu di atas, lalu bagaimanakah konsep Alkitab mengenai waktu? Alkitab mengajarkan beberapa prinsip, yaitu:
1. Waktu adalah Pemberiaan Allah (berkait dengan kekekalan)
Konsep pertama dari Alkitab mengenai waktu yaitu waktu itu sendiri adalah pemberian/anugerah Allah. Di sini berarti ketika Allah menciptakan dunia ini, Ia tentu juga menciptakan waktu di dalamnya. Hal ini terbukti dengan diciptakannya siang dan malam pada waktu penciptaan. Ia yang menciptakan waktu juga adalah Allah yang memelihara dan berdaulat atas waktu. Di sana, ada kaitan yang erat antara waktu di dunia ini yang bersifat sementara dengan kekekalan Allah. Anak Tuhan sejati yang melihat waktu sebagai pertemuan antara kekekalan dengan kesementaraan adalah anak Tuhan yang melihat rencana kekal Allah yang harus dinyatakan di dalam dunia ini. Ia peka melihat kehendak dan pimpinan Allah di dalam setiap waktu. Ketika Allah memimpinnya untuk melayani Tuhan di bidang pekerjaan tertentu, ia akan taat mutlak karena ia percaya bahwa waktu yang ia miliki adalah anugerah Tuhan yang harus dipergunakan HANYA untuk memuliakan Tuhan! Sedangkan orang yang katanya “Kristen” mungkin kelihatannya religius, tetapi sebenarnya hatinya tidak mau taat kepada Tuhan dan firman-Nya. Akibatnya ia tidak akan mempergunakan waktunya untuk Tuhan, tetapi untuk memenuhi ambisi pribadinya atau orangtuanya atau orang-orang yang ia kasihi. Tidak heran, untuk hal-hal yang kurang (bahkan tidak) bernilai, orang-orang seperti ini memiliki banyak waktu, tetapi untuk hal-hal yang bernilai (misalnya, pergi ke gereja, membaca Alkitab, dll), ia akan mengatakan bahwa ia tidak memiliki banyak waktu. Itu yang terjadi pada beberapa teman saya yang mengaku “Kristen.” Teman saya memiliki banyak waktu untuk membaca buku Rich Dad, Poor Dad dari Robert T. Kiyosaki, di mana dia sudah habis membaca buku itu, tetapi ketika saya tanya, apakah dia sudah habis membaca Alkitab? Dia menjawab: belum. Untuk novel The Da Vinci Code, orang “Kristen” bahkan rela membeli dan membacanya, tetapi bagaimana dengan Alkitab? Untuk membaca surat kabar, selalu ada waktu, tetapi bagaimana dengan membaca dan mempelajari Alkitab? Untuk pergi ke mal, selalu ada waktu, tetapi bagaimana dengan pergi ke gereja? Biarlah kita mengintrospeksi diri kita masing-masing, benarkah kita sebagai orang Kristen sudah mengerti konsep bahwa waktu adalah pemberiaan Allah? Lalu, apa aplikasinya dalam kehidupan kita sehari-hari?

2. Waktu Bersifat Linier
Konsep Alkitab kedua mengenai waktu yaitu waktu itu bersifat linier. Berbeda dari konsep dunia Timur mengenai waktu, maka Alkitab mengajar bahwa waktu itu bersifat linier (garis lurus), dari titik Alfa (huruf pertama dalam bahasa Yunani) sampai Omega (huruf terakhir dalam bahasa Yunani). Ini berarti waktu tidak pernah terulang, karena waktu berjalan lurus. Karena tidak pernah terulang, maka sebagai anak Tuhan, kita harus memanfaatkan waktu ini sesuai dengan kehendak Tuhan sebagai Pencipta waktu. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan tidak menunda pekerjaan yang harus kita kerjakan. Ketika Tuhan memerintahkan kita untuk berdoa, membaca Alkitab, memberitakan Injil, bersekutu, dll, jangan pernah menunda hal-hal tersebut. Selain itu, di dalam pekerjaan sehari-hari kita, biasakan untuk tidak menunda pekerjaan. Jika kita bisa mengerjakannya sekarang, kerjakanlah sekarang, jangan dikerjakan besok, karena mungkin sekali besok kita tidak bisa mengerjakannya. Begitu juga dengan panggilan Tuhan. Ketika panggilan Tuhan jelas bagi kita di waktu tertentu untuk bekerja di tempat tertentu atau melayani-Nya secara penuh waktu, pada saat itu juga langsung kerjakan, jangan menunda-nunda waktu Tuhan. Jangan menggunakan segudang argumentasi “logis” untuk menolak atau mengundur panggilan Tuhan yang JELAS. Misalnya, ketika kita dipanggil Tuhan menjadi hamba-Nya penuh waktu pada waktu kita menjadi mahasiswa semester 5 di salah satu universitas, jangan pernah menolak panggilan Tuhan yang JELAS itu dengan argumentasi “logis”: “tinggal beberapa tahun lagi lulus.” Ketika kita mencoba melakukan hal itu, kita sudah berdosa, karena kita telah menolak (baik halus atau tidak) panggilan Tuhan yang JELAS bagi kita. Ketika Tuhan mengutus Musa membebaskan Israel, Ia meminta Musa melakukannya sekarang. Ketika Tuhan menyuruh kita melakukannya SEKARANG, jangan pernah berkata: TIDAK! Biarlah kita dan khususnya orangtua Kristen yang beres mengajarkan konsep ini kepada anaknya sehingga dari kecil, anak memiliki kepekaan untuk mengerti pimpinan Allah bagi hidupnya (bukan pimpinan orangtua)! Itulah wujud pertanggungjawaban kita dalam menghargai waktu yang linier yang sesuai dengan kehendak-Nya.

TEBUSLAH WAKTUMU
Kemudian, pertanyaan kita selanjutnya, bagaimana mempergunakan waktu? Kedua nats Alkitab dari Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) di atas memberikan penjelasan kepada kita tentang signifikansi waktu bagi manusia. Di dalam Mazmur 90:12, Musa mengajar kita untuk menghitung hari-hari kita sedemikian, sampai kita memperoleh hati yang bijaksana. Luar biasa, di sini, Musa mengaitkan waktu dengan kebijaksanaan. Ketika seseorang mempergunakan waktunya dengan bertanggung jawab, di saat itu juga, orang itu memiliki kebijaksanaan dalam hatinya. Lebih tajam lagi, Paulus mengatakan di dalam Efesus 5:16 bahwa kita harus mempergunakan (King James Version: redeeming artinya menebus) waktu kita karena hari-hari ini adalah hari yang jahat. Dengan kata lain, kita bukan hanya menghitung hari kita, tetapi kita juga menebus hari/waktu kita. Menebus di sini berarti mengembalikan waktu yang Tuhan ciptakan kepada Tuhan sendiri untuk kemuliaan Tuhan. Mengapa kita harus menebus waktu? Karena hari-hari ini adalah hari yang jahat. Hari yang jahat dan masa yang sukar ditandai dengan orang yang makin mencintai diri dan uang (2Tim. 3:1-2). Jika kita sudah mengetahui dan membaca tanda-tanda zaman, hendaklah kita waspada dan berusaha untuk menebus waktu kita. Bagaimana cara kita menebus waktu? Caranya hanya satu yaitu mengembalikan waktu kita kepada Pencipta waktu yaitu Tuhan. Bagaimana aplikasinya?
1. Utamakan Tuhan dalam Waktu Kita
Memuliakan Tuhan di dalam waktu ditunjukkan dengan bagaimana kita mengutamakan Tuhan dalam setiap waktu kita. Di dalam hidup kita, berapakah waktu yang kita pergunakan untuk Tuhan dan untuk hal-hal lain di luar Tuhan? Sering kali banyak orang “Kristen” lebih banyak mempergunakan waktu untuk hal-hal yang kurang bernilai, misalnya jalan-jalan, dll. Tidak berarti orang Kristen tidak boleh jalan-jalan ke mal, dll. Tetapi yang menjadi inti permasalahannya adalah banyak orang “Kristen” lebih suka mempergunakan waktunya untuk jalan-jalan ketimbang pergi ke gereja. Sehingga tidak heran, konsep mereka sering dicemari oleh konsep dunia yang hedonis, materialis, dan pragmatis. Orang Kristen yang sejati adalah orang Kristen yang bisa membagi waktu dan menempatkan prioritas waktu yang terbanyak untuk Tuhan dan sisanya baru untuk hal-hal sekuler. Di sini, Tuhan mendapat prioritas waktu yang tertinggi dan terbanyak. Adalah suatu keanehan jika orang Kristen tidak memiliki kerinduan untuk lebih dekat dengan Allah. Apalagi lebih aneh lagi jika ada orang “Kristen” yang merasa bersalah ketika ia tidak pergi ke suatu acara tertentu atau telat pergi ke acara tertentu, sedangkan ia tidak merasa bersalah jika tidak pergi atau telat ke gereja. Biarlah kita mengintrospeksi diri kita masing-masing apakah kita sudah menggunakan waktu dengan mengutamakan Tuhan.

2. Belajar Tidak Terlambat
Konsep kedua dari memuliakan Tuhan adalah belajar menghargai waktu dengan tidak terlambat. Budaya ngaret di Indonesia harus kita buang, karena budaya itu tidak memiliki unsur positifnya sama sekali. Orang yang suka ngaret adalah orang yang tidak menghargai waktu, karena baginya, terlambat atau tidak, tidak berarti apa-apa. Kekristenan harus merombak total konsep budaya ini! Jangan pernah ada kata terlambat di dalam kamus Kristen. Artinya, sebisa mungkin kita berusaha mempergunakan waktu kita secara efektif. Misalnya, kita mau pergi ke kantor/gereja pada Pkl. 08.00 WIB. Supaya tidak terlambat, kita usahakan bangun pagi Pkl. 06.00 WIB untuk saat teduh, berdoa, sikat gigi, makan, mandi, dll, lalu pada Pkl. 07.00 WIB kita bisa berangkat, sehingga sampai kantor/gereja, kita tidak terlambat. Mengapa seseorang terlambat? Problemnya terletak pada penyakit malas: malas bangun pagi dan yang paling parah, malas bekerja/pergi ke gereja. Akibatnya, ketika harus menghadiri kebaktian Pkl. 08.00 WIB, mereka berangkat dari rumah Pkl. 07.45 (padahal jarak dari rumah ke gerejanya: 30/45 menit). Lalu, ketika ditegur, mereka beralasan “macet,” padahal alasan utamanya adalah mereka telat berangkatnya. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita terlambat? Sebagai orang yang sudah diselamatkan, kita tidak seharusnya terlambat.

3. Meminimalkan Waktu dengan Melakukan Hal-hal yang Bernilai
Konsep terakhir memuliakan Tuhan di dalam waktu adalah meminimalkan waktu untuk mengerjakan hal-hal yang bernilai. Artinya, belajar mengerjakan sesuatu semaksimal mungkin dengan waktu yang seminimal mungkin. Dalam hal ini, Tuhan Yesus telah memberikan contoh bagi kita. Dalam waktu 3,5 tahun, Ia sudah menjadi berkat bagi ribuan orang Israel dan sekitarnya, sehingga dari 12 rasul-Nya, Kekristenan berkembang pesat sampai sekarang. Tidak ada satu pribadi yang bisa seperti Tuhan Yesus yang dalam waktu singkat mampu mempengaruhi begitu banyak orang bahkan melampaui zaman. Ini berarti Ia memakai waktu seminim mungkin untuk mengerjakan sesuatu yang dahsyat. Bagaimana dengan pekerjaan kita? Bagaimana dengan pelayanan kita? Apakah sebagai orang Kristen yang telah ditebus, kita masih bermalas-malasan dan tidak mau giat bagi Tuhan? Apalagi kita yang masih muda, maukah kita berkomitmen memakai waktu kita ini untuk melakukan hal-hal yang lebih dahsyat lagi bagi Tuhan? Selagi ada waktu, pergunakanlah itu untuk terus memuliakan Tuhan di dalam kehidupan kita sehari-hari.

Amin.

Sebagai bahan studi lebih lanjut mengenai penggunaan waktu dalam perspektif Kristen yang bertanggung jawab, silahkan membaca buku: WAKTU DAN HIKMAT yang ditulis oleh: Pdt. Dr. Stephen Tong.

Kategori: Bahan Renungan Alkitab