MENGAPA MENGHORMATI MAYAT?
Mereka bersusah payah menggali timbunan tanah yang sangat tinggi. Bukan usaha pertambangan maupun pemangkasan gunung untuk dijual tanahnya. Rupanya telah terjadi longsor dan ada sejumlah orang tertimbun di bawah. Mengapakah mayat-mayat itu digali, bukankah nanti juga akan dikubur lagi?
Jika yang tertimbun adalah kerbau atau ayam, tentu sudah dibiarkan. Mustahil orang-orang akan mengerahkan buldozer untuk menggali bangkai kerbau yang sudah dua hari tertimbun. Lalu mengapakah kalau manusia tidak dibiarkan, melainkan dilakukan berbagai usaha maksimal untuk menemukan mayatnya dan kemudian dikuburkan lagi?
Jawaban atas pertanyaan di atas ialah karena manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Menghormati manusia dilihat sebagai penghormatan atas gambar dan rupa Allah yang secara tidak langsung merupakah penghormatan kepada Allah. Di artikel halaman pertama telah dibahas alasan Allah menetapkan hukuman mati atas pembunuh manusia karena manusia diciptakan sesuai dengan gambar rupa Allah. Siapapun yang menyerang manusia, apalagi membunuh manusia dilihat Allah sebagai tindakan yang ditujukan kepadaNya.
TINDAKAN PARA PENENTANG ALLAH
Para penentang Allah sengaja melampiaskan kebencian mereka terhadap Allah melalui menyerang gambar dan rupaNya, sama seperti sekarang orang-orang membakar gambar dan rupa (foto) seorang presiden karena tidak suka pada keputusan atau arah politiknya. Di kalangan penyembah berhala, mereka bukan saja membakar mayat bahkan mereka membakar anak-anak mereka sebagai korban bagi berhala mereka.
Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku (Yeremia 7:31).
Tindakan mempersembahkan anak-anak mereka sebagai korban adalah tindakan yang dihasut oleh iblis. Selain itu sangat kejam, juga dilakukan sebagai bentuk penentangan terhadap Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambar dan rupaNya.
PENGAJARAN HINDU & YUNANI KUNO
Agama Hindu yang pengembangannya menjadi agama Budha termasuk agama yang sangat kuno. Inti pengajaran Hindu-Budha adalah re-inkarnasi yang artinya manusia tidak akan mati melainkan mengalami proses re-inkarnasi. Konsep ini persis sama dengan konsep iblis yang dihembuskannya kepada Hawa di taman Eden, yaitu bahwa jika Hawa makan buah terlarang maka ia tidak akan mati, melainkan akan seperti Allah. Konsep Hindu-Budha adalah bahwa manusia tidak akan mati, melainkan akan bereinkarnasi yang ujungnya akan sampai pada tingkat menjadi Allah.
Dapatlah dikatakan bahwa sesungguhnya pengajaran Hindu-Budha adalah bentuk lebih modern dan sophisticated dari pengajaran yang disampaikan oleh "ular" kepada Hawa. Bentuk penentangan terhadap Sang Pencipta dari manusia ciptaan Allah yang paling menyakitkan ialah mempercayai bahwa suatu hari ia akan berhasil seperti Allah. Itu adalah inti pengajaran Hindu-Budha.
Acara Ngaben yang sering mengundang turis di Bali tentu tidak asing lagi bagi pembaca sekalian. Mereka percaya bahwa cara seseorang yang telah meninggal reinkarnasi menjadi dewa dan naik ke Nirwana ialah melalui pembakaran mayat. Untuk tujuan itu keluarga yang belum memiliki cukup dana untuk menyelenggarakan acara ngaben, menunggu dengan mengawetkan mayat leluhur mereka hingga mereka memiliki danayang cukup baru melakukan upacara tersebut.
Pada tahun 1829, di India seorang janda menyerahkan dirinya untuk dibakar bersama dengan mayat suaminya. Beberapa kali pemerintah melarang acara kremasi namun penduduk India yang mayoritas adalah Hindu sering mengulangi kebiasaan mereka.
Kebiasaan membakar mayat bukan monopoli kaum Hindu, melainkan banyak suku bangsa animisme juga melakukannya. Bangsa Yunani pada zaman Homeric (abad 12-9 BC) yang berarti satu masa dengan zaman Hakim-hakim juga telah melakukan acara kremasi atas dasar kepercayaan bahwa dengan membakar maka jiwa orang itu dilepaskan (lihat The New Book of Knowledge, Danbury: Grolier Incorporated, 1980), Vol.6, hal.492).
KEBIASAAN ORANG BERIMAN
Catatan Alkitab tentang perlakuan orang beriman terhadap keluarganya yang meninggal adalah Sara, istri Abraham. Sebelum Sara semua orang hanya dikatakan bahwa ia mati namun tidak menyinggung cara memperlakukan mayatnya. Sangat mungkin karena pada waktu itu hanya ada satu cara yaitu dimasukkan ke dalam tanah sehingga tidak perlu diceritakan. Tetapi pada zaman Abraham penentang Allah telah memperlakukan mayat keluarganya dengan cara yang aneh-aneh, maka dalam firman Tuhan perlu dicatat cara Abraham memperlakukan mayat istri yang dikasihinya, yaitu dikuburkan (Kej. 23).
Selanjutnya kita membaca tentang Ishak yang menguburkan Abraham, ayahnya. Dan kemudian Esau dan Yakub menguburkan Ishak yang meninggal di usia seratus delapan puluh tahun. Bahkan Yusuf berpesan agar pada saat bangsa Yahudi dituntun keluar dari Mesir nanti, mereka tidak boleh melupakan tulangnya, melainkan harus membawa dan tentu maksudnya untuk dikuburkan di kuburan leluhurnya (Kej.50:24-26).
Di sekeliling Abraham adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Menurut Allah mereka adalah durjana (Kej.15:16), yang jangankan membakar mayat, bahkan tidak segan-segan membakar orang hidup untuk dipersembahkan kepada dewa mereka.
Beginilah firman TUHAN: "Karena tiga perbuatan jahat Moab, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusanKu: Oleh karena ia telah membakar tulang-tulang raja Edom menjadi kapur (Amos 2:1),
Mengapa Tuhan begitu marah kepada Moab? Ternyata Tuhan menyatakan alasannya, yaitu bahwa ia membakar tulang-belulang raja Edom. Mengapakah Tuhan membela raja Edom? Apakah hubungan raja Edom dengan Tuhan? Apakah raja Edom seorang yang mengasihi Tuhan sehingga Tuhan begitu membelanya sampai sudah mati dan tinggal tulang pun masih dibela?
Raja Edom bukan orang baik, dan bukan seorang yang mengasihi Tuhan. Tetapi raja Edom diciptakan sesuai dengan gambar dan peta Allah. Tulang raja Edom, atau mayatnya harus diperlakukan dengan hormat sebagai ekspresi rasa hormat kepada Allah. Barangsiapa yang tidak menghormati gambar dan peta Allah, sama dengan tidak menghormati Allah.
EKSPRESI KEBENCIAN
Sampai di sini penulis teringat pada John Wycliffe, seorang pahlawan iman yang berusaha menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris sebelum King James Version. Gereja Roma Katolik yang tidak memperbolehkan orang menerjemahkan Alkitab selain mereka, marah sekali. Terutama terhadap sikap dan pengajaran John Wycliffe. Ia menentang upacara sacrament dan pembaptisan bayi. Dia adalah reformator sebelum Martin Luther, dan ia juga adalah seorang yang sangat terpelajar, bahkan Rektor dari Oxford University. Sesudah kematiannya, para pengikutnya diburu dan dibakar hidup-hidup. Pada tanggal 16 Desember 1427, Philip Repingdon, Bishop di Lincoln, memerintahkan penggalian kembali tulang Wycliffe dan membakarnya hingga menjadi abu dan melemparkan abunya ke sungai Swift, (John Wycliffe, Heroes of the Faith, hal. 159).
Dalam segala zaman, ketika penguasa membenci pribadi atau kelompok tertentu, maka mereka akan menangkap bahkan membakar mereka hidup-hidup. Kasus John Wycliffe adalah contoh klasik, bahkan setelah ia mati, tulangnya masih dibakar sebagai ekspresi rasa kebencian yang sedemikian mendalam.
TIDAK MENGERTI & KOMPROMI
Pengajar Firman dari kalangan Liberal memang tidak pernah menghormati Allah, bahkan mereka tidak menghormati firman-Nya. Itulah sebabnya tidak ada masalah bagi mereka, apakah mayat seseorang mau dikubur atau dibakar. Mengubur mayat dengan hormat adalah ekspresi dari sikap menghormati Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambar dan petaNya.
Kelompok Injili yang tak berpendirian,dan mungkin juga karena tidak mengerti falsafah dibalik penguburan mayat, menjadi ikut-ikutan. Karena motivasi pendirian kelompok Injili oleh Harald Ockenga tahun 1947 adalah demi mengkompromikan kebenaran agar tidak terlalu jauh dari kelompok Liberal, maka segala doktrin dan aspek kehidupan kekristenan ikut dikompromikan. Hasilnya kelompok Injil bagaikan berkarung-karung garam yang telah menjadi tawar.
Mereka tidak mengerti alasan dibalik penguburan mayat, alasan dibalik penghukuman atas manusia yang berbuat jahat terhadap manusia, dan sikap pembangkangan terhadap Allah dibalik tindakan kremasi mayat. Seringkali kelompok Liberal dan Injili berdalih, bagaimana kalau seseorang mati karena kebakaran? Bukankah mayatnya juga menjadi abu sebagaimana mayat dikremasi?
Argumentasi demikian adalah bukti nyata ketidakfahaman tentang hubungan antara penciptaan manusia yang sesuai dengan gambar dan peta Allah dengan hukuman mati terhadap pembunuh manusia, serta tindakan penguburan mayat. Ada yang salah faham dengan mengatakan bahwa manusia membunuh manusia perlu dihukum karena manusia ada roh dan binatang tidak. Tetapi jika kita membaca kejadian pasal 9:5-6 alasannya bukan itu melainkan, "sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri."
Kesalahan penafsiran tentang gambar dan rupa Allah juga menyumbang kekacauan konsep tentang penguburan yang terhormat. Mereka menafsirkan yang dimaksudkan dengan gambar dan rupa Allah itu adalah sifat manusia yang rohani karena Allah itu Roh adanya dan manusia makhluk roh. Kalau demikian maka ketika manusia menjadi mayat, atau rohnya telah meninggalkan badannya, maka tidak perlu dihormati lagi, atau boleh dibuang ke mana saja tanpa perlu disertai sikap hormat?
Tetapi sesungguhnya kata "gambar dan rupa" adalah mengenai sesuatu yang kelihatan. Allah itu Roh, dan manusia juga diberi roh, sehingga manusia adalah makhluk yang bersifat rohani. Tetapi ketika kita berkata tentang gambar manusia, itu menunjuk sesuatu yang kelihatan. Demikian juga jika kita berkata tentang rupa seseorang maka yang kita maksudkan adalah bagian yang kelihatan bukan bagiannya yang tidak kelihatan. Kata WnmeÞl.c;B. (besalmenu) dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan "our image" dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan"gambar". Dan kata Wnte_Wmd>K (kidmotenu) diterjemahkan "our likeness". Allah sengaja memakai dua kata agar kalau satu kata disalahtafsirkan, maka dengan dua kata diharapkan tidak akan salah lagi.
Manusia yang mati karena kebakaran itu adalah kecelakaan, tentu sangat berbeda dengan sengaja membakarnya. Foto kita terbakar karena kecelakaan tentu berbeda dengan foto kita dibakar orang dengan sengaja. Masalahnya bukan menjadi abunya, atau kondisi mayat karena yang dimasukkan ke dalam tanah toh nanti akan menjadi tanah, tetapi sikap orang yang melakukannya. Mengembalikannya dengan hormat ke asalnya yaitu tanah dengan membakarnya adalah dua hal yang berbeda.
PEMERINTAH MELARANG
Ada negara yang tidak memiliki tanah yang cukup, seperti Singapura. Dengan luas yang kurang dari Jakarta, namun berpenduduk sekitar empat juta, katanya kekurangan tempat untuk mengubur penduduknya yang mati. Namun hal yang konyol yang dilakukan pemerintah Singapura ialah mendorong rakyatnya melahirkan anak setelah statistik menunjukkan ada penurunan penduduk. Kalau sudah tidak ada tempat untuk mengubur penduduknya, ya tidak perlu mendorong penduduk memiliki anak banyak.
Tetapi pemerintah Singapura bukan terdiri dari orang-orang yang patuh kepada Allah apalagi mengasihiNya. Yang ada di kepala mereka adalah kejayaan, kemakmuran, dan lain-lain yang bersifat duniawi. Sesungguhnya tidak mungkin tidak ada tempat untuk penguburan karena kita bisa mengubur orang dengan sistem bertingkat dengan satu lubang yang dalamnya dua puluh meter kita bisa mengubur dua puluh orang di dalamnya.
Namun jika seorang Kristen yang taat kepada Tuhan hidup di sebuah negara yang mengharuskannya membakar mayat keluarganya, itu dilakukannya karena ia seorang warga negara yang tidak berdaya. Semua kesalahan akan Allah timpakan kepada pemerintah. Di hadapan Allah pemerintah demikian telah mengambil sikap menentangNya, bukan kesalahan inpidu warga negara yang tidak berdaya.
SIKAP KRISTEN ALKITABIAH
Kini sikap orang Kristen alkitabiah sudah jelas, yaitu menghormati tubuh manusia yang sudah mati sebagai ekspresi kita menghormati Allah yang telah menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupaNya. Sesuai perintah firmanNya, tubuh manusia yang terbuat dari debu tanah, ketika meninggal harus kita kembalikan ke dalam tanah dengan sikap hormat, dan roh manusia yang percaya kepadaNya akan pergi ke Sorga (Pengk.12:7).
Sebagai Kristen alkitabiah, kita mematuhi Allah bahkan mengasihiNya serta mengekspresikan sikap kita dalam segala aspek hidup kita. Salah satunya ialah dalam sikap kita terhadap tubuh manusia yang telah ditinggalkan rohnya. Jika sebelumnya anda melakukan kesalahan karena tidak paham, Tuhan telah mengampuni anda. Tetapi setelah anda tahu dan paham, mari kita lakukan hal yang diperkenan Allah. ***(LHF).
PEDANG ROH Edisi 51--LI Tahun XI , April - Mei - Juni 2007