Absurditas Kontradiksi Taurat Dan Injil


Absurditas Kontradiksi Taurat dan Injil,

Pendahuluan.

Injil dan hukum sering kali dianggap sesuatu yang berkontradiktif. Paling tidak ada dua pandangan mengenai injil dan hukum yang saling bersifat demikian. Pertama, menerima injil diartikan berada dalam keadaan bebas dari hukum, sehingga seorang yang menerima Kristus, mengalami pembaharuan Allah, merasa tidak perlu mentaati hukum, ia merasa sudah berkenan kepada Allah dan tidak perlu mentaati hukum, karena anugerah Kristus membatalkan semua ketaatan pada hukum. Pandangan ini mengakibatkan moralitas Kristen tidak mempunyai dasar yang kuat. Manusia yang menganggap dirinya tidak perlu mentaati hukum, sama saja dengan menjadikan dirinya hukum, lebih jauh lagi ia sebenarnya sedang menyatakan dirinya adalah Allah. Karena tidak ada manusia yang berada di atas hukum atau sama dengan hukum, hanya Allah saja yang berada di atas hukum, namun Allah tidak bertentangan dengan hukum, karena hukum itu sendiri adalah dirinya Allah. Menempatkan diri di atas hukum atau sama dengan hukum tidak berbeda dengan mengangkat diri sama dengan Allah, dan hal itu adalah perbuatan yang melawan Allah, sama saja dengan anti hukum, seperti penganut Anti-Nomisme atau Libertinianisme.[1]


Pandangan kedua mengatakan bahwa menerima Injil berarti harus hidup dalam hukum yang sempurna.[2]Seorang Kristen pada waktu menerima Kristus ia diberikan kemampuan untuk mentaati hukum secara sempurna, jika ia gagal maka itu membuktikan bahwa orang tersebut berada di luar Kristus, maka harus kembali bertobat untuk masuk dalam Kristus. Berada dalam Kristus berarti hidup dalam kemenangan. Parahnya hal itu juga kemudian dihubungkan dengan kesuksesan materi, orang yang berada dalam Kristus pasti kaya, karena Kristus Allah yang kaya, maka semua anak-anak Allah pasti kaya, jika tidak kaya, maka ia bukan anak-anak Allah, semua orang yang lahir dalam Kristus lahir untuk sukses, kegagalan tanda orang berada di luar Kristus. Pandangan yang kedua ini membuat orang Kristen yang menerimanya menjadi sombong, merasa lebih baik dari orang lain. Perjuangannya yang gigih untuk tetap menjadi Kristen dianggap sebagai kelebihan dan dapat dibanggakan, karena tidak semua orang seperti dia, kemudian ia merasa menjadi orang khusus, berbeda dari yang lain, akibatnya kehidupan Kristen menjadi eksklusif. Tindakan ini sama dengan kaum legalis, sama seperti Farisi jaman Yesus, akibatnya bukan hanya hubungan antar orang Kristen mengalami benturan, relasi dengan orang non Kristen juga menjadi tidak harmonis. Pada jaman Yesus Farisi adalah sekelompok orang yang hidupnya sangat eksklusif, sihingga pengaruh ini dapat membuat Kristen menjadi eksklusif, dan tidak mungkin menjadi garam dan terang dunia.

Pemahaman yang berkontradiktif antara Hukum dan Injil, sama sekali tidak ada dalam tulisan-tulisan Paulus. Pemahaman Hukum dan Injil yang berkontradiktif tersebut juga berdampak negative bagi kehidupan Kristen, karena itu usaha memahami hubungan Taurat Dan Injil secara benar merupakan suatu kebutuhan, dalam hal ini penulis membatasi diri pada pembahasan berdasarkan tulisan-tulisan Paulus, dengan terlebih dahulu melihat perkembangan Taurat dalam kehidupan Orang Yahudi, baru kemudian memaparkan pandangan Paulus mengenai Taurat dan Injil, sehingga ada pemahaman yang utuh mengenai Taurat dan Injil serta Alkitabiah.

Taurat Dalam Kehidupan Yahudi

 

Taurat dan Perjanjian Allah (janji Injil) sesuatu yang dikenal dengan baik dalam kehidupan orang Yahudi, hanya saja perkembangan usaha untuk mentaati Taurat jauh lebih dominan, dibandingkan pengharapan kepada janji. Akibatnya janji atau anugerah yang adalah dasar keselamatan semakin terisolir dalam kehidupan orang Yahudi.[3]

Bagi orang Yahudi Taurat merupakan sesuatu yang jauh lebih penting, karena Taurat menjadi pengantara antara manusia dan Allah, bukan anugerah Allah, bahkan bagi mereka ketaatan untuk mentaati Taurat atau menerima nya merupakan syarat untuk menjadi warga negara Allah[4]. Tidaklah mengherankan jika Paulus berkata sebagai orang Yahudi,” tentang kebenaran dalam mentaati Taurat aku tidak bercacat”[5] karena sebagai orang Yahudi usaha untuk mentaati Taurat menjadi yang terpenting dari segalanya, maka kebanggaan pada waktu seorang Yahudi memelihara Taurat dengan baik, hal tersebut membangkitkan kebanggaan yang luar biasa dalam dirinya. Bahkan kebanggaan Paulus tersebut bertambah ketika ia dengan tekun memelihara adat istiadat nenek moyangnya.[6]

Perkembangan Taurat dalam tangan orang Yahudi yang mengalami percampuran dengan budaya yang diwariskan dari nenek moyang mereka, mengakibatkan Taurat berbeda dengan yang dimaksud dengan

lima
kitab Musa, karena penafsirannya telah bercampur dengan warisan leluhur mereka. Keberbedaan Taurat dalam tangan Yahudi yang berbeda dengan Taurat dalam penafsiran yang Alkitabiah nyata ketika Tuhan Yesus mengatakan kepada orang-orang Yahudi dalam Injil demikian: ”Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”.[7] Pernyataan Alkitab tersebut tidak boleh diartikan bahwa Tuhan Yesus membatalkan Firman yang sebelumnya, karena Taurat tidak pernah mengajarkan manusia untuk membenci musuh.[8] Tidak mungkin Firman Tuhan mengalami kontradiksi didalam dirinya. Alkitab yang adalah berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah, tidak mungkin bertentangan. Bagian firman Tuhan di atas dapat dimengerti dengan baik dengan memahami perkembangan Taurat dalam tangan orang Yahudi.[9] Taurat dalam tangan orang Yahudi ditafsirkan tidak sebagaimana maksud Alkitab, sehingga bertentangan dengan apa yang Yesus katakan. Perbedaan pemahaman tersebut dikarenakan usaha orang Yahudi yang ingin membenarkan tindakannya, namun membutuhkan legitimasi melalui Taurat, jadilah Taurat dengan kata-kata yang sama namun dalam pengertian yang berbeda, apalagi pemahaman yang salah tersebut diwariskan dan jadilah percampuran antara Taurat dengan budaya nenek moyang orang Yahudi, akibatnya orang Yahudi mengajarkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dipahami oleh Yesus. Sehingga Yesus harus berkata bahawa apa yang dipegang atau dipahami mereka adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, tegasnya telah melawan Firman Tuhan.

Penekanan kepada Taurat yang berlebihan dengan menggeser anugerah Allah (Janji Injil) dalam kehidupan Yahudi mengakibatkan mereka kebingungan dalam mengerti mengenai keselamatan, muncul pemahaman kontradiktif yang tidak pernah terselesaikan. Di satu sisi mereka mengakui Taurat sebagai jalan keselamatan, namun disisi lain mereka mengakui bahwa tidak seorangpun yang sempurna dalam mentaati Taurat. Golongan Hillel mendamaikan kebingungan tersebut dengan mengatakan bahwa kemurahan Allah akan menyelamatkan orang yang memelihara Taurat walaupun tidak sempurna, bertentangan dengan keharusan melaksanakan Taurat secara sempurna. Sedang pengikut Shammai berpendapat bahwa mereka akan terlebih dahulu masuk kedalam neraka, baru setelah selesai penghukuman akan berpindah ke surga.[10]Kedua pandangan Yahudi yang berkontradiksi tersebut banyak mempengaruhi orang-orang Kristen yang memang sering kali hidup berdampingan, dan Taurat yang dipegang oleh orang Yahudi sama dengan yang diakui oleh orang Kristen, namun dengan penafsiran yang berbeda. sehingga pengajaran Yudaisme tersebut dapat dianggap sesuatu yang sesuai dengan Injil, karena kedekatannya dengan kekristenan. Dalam kitab Galatia Paulus menyebut injil yang berkontradiktif dengan Taurat adalah Injil yang lain. Pandangan ini juga terus menjadi ancaman gereja sepanjang masa dengan berbagai macam kemas yang ditampilkan, namun pada hakekatnya sama yaitu suatu penetrasi nilai nilai Yahudi kedalam Injil yang pada akhirnya melahirkan Injil yang lain.

Hukum dan Injil Memiliki Sumber yang sama

 

Hukum atau “nomos”dalam tulisan-tulisan Paulus umumnya diartikan ke-5 hukum Musa, Paulus menganggap pembacanya mengerti apa yang ia maksud dengan hukum, karena dalam pemakaian Yahudi, hukum memang diartikan sebagai 5 kitab Musa (Roma )[11]. Inti dalam kitab Musa ada didalam sepuluh hukum, karena itu sepuluh hukum seperti Undang Undang Dasar, sumber dari sumber hukum yang ada. Tidak ada hukum dalam ke 5 kitab Musa yang bertentangan dengan 10 hukum. Hal ini penting dalam memahami apa yang dikatakan Yesus dalam Injil bahwa tidak ada satu iota[12] pun ( hal yang terkecil) dalam hukum Taurat yang akan dibatalkan.

Perkataan Yesus untuk tetap memlihara Taurat tersebut tidak boleh diartikan bahwa semua yang ada dalam ke 5 kitab Musa masih berlaku hingga saat ini, seperti hukum-hukum seremonial misalnya, tetapi harus diartikan bahwa sepuluh hukum yang adalah undang-undang dasar tersebut telah diterjemahkan dalam budaya Israel dan menghasilkan hukum-hukum yang ada dalam kitab Musa, karena itu memberlakukan Taurat/Hukum pada masa kini adalah memberlakukan sepuluh hukum dalam kehidupan gereja pada masa kini, jadi Hukum Taurat yang berasal dari Allah tidak pernah dibatalkan dan tidak dapat digantikan, karena ia bersumber dari Allah, karena itu Taurat juga merupakan firman Allah yang berguna sepanjang jaman.

Sedangkan Injil adalah menunjuk kepada Kristus, anugerah keselamatan yang dikerjakan Kristus di kayu salib, kabar baik yang menyelamatkan manusia berdosa yang berada dalam Kristus. Jadi karya Kristus dikayu salib merupakan penggenapan janji Allah yang telah ditetapkan sejak kejatuhan manusia. Sebagaimana Taurat berasal dari Allah maka Injil juga berasal dari Allah karena ia merupakan penggenapan janji Allah yang telah dinyatakan sejak kejatuhan manusia.

Injil (janji Allah yang digenapi dalam Kristus) bersumber dari Allah, demikian juga Hukum, Taurat berasal dari Allah. Keduanya memiliki sumber yang sama. Karena itu keduanya tidak mungkin saling menggantikan. Hukum dan Injil yang bersumber dari pribadi yang sama memang memiliki perbedaan, namun ia tidak mungkin bertentangan, sebaliknya harus dipahami bahwa Hukum melayani Injil, Karena Injil lebih mulia dari Taurat, tetapi Taurat tidak membatalkan janji keselamatan dalam Injil yang telah diberikan jauh sebelum Taurat diberikan,[13] demikian juga Injil tidak pernah membatalkan Taurat, karena kedatangan Yesus tidak untuk membatalkan Taurat, sebaliknya menggenapinya, karena keduanya berasal dari sumber yang sama.

Taurat Melayani Injil

 

Taurat atau Hukum memang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelamatkan manusia dari dosa, itulah keterbatasan Hukum, namun keterbatasan tidak boleh diartikan bahwa Hukum tidak berguna, karena sesuatu yang terbatas tetap dapat mempunyai kegunaan. Menganggap sesuatu yang terbatas adalah sesuatu yang tak berguna, dan dapat diabaikan, merupakan kesalahan. Kristen yang mengabaikan hukum karena keterbatasannya menyebabkan terciptanya “Kristen Libertinianisme” yang sebenarnya bukan Kristen. Hukum walaupun terbatas, namun sangat berguna, karena segala sesuatu yang dari Allah baik adanya. Kristen Libertinianisme walaupun menyatakan anti Hukum, sebenarnya juga hidup dalam “hukum”, hanya saja hukum buatan manusia, karena itu walaupun meyebut diri Kristen, standar moralnya amat rendah, karena standar yang keluar dari manusia berdosa, dan standar moral yang dihasilkan oleh manusia yang terbatas tidak mungkin menjadi satandar moral yang universal, akibatnya kehancuran moralitas manusia menjadi ancaman serius dalam dunia kemerdekaan tanpa batas, karena tidak mungkin manusia melaksanakan kebebasannya secara absolud.

Hukum juga tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang jahat karena ia dianggap membuat manusia berdosa. Karena keberdosaan manusia bukan karena Hukum, sebaliknya karena kelemahan manusia yang telah jatuh di dalam dosa, yang senantiasa mengikuti keinginan dosa. Alasan ini tidak dapat menjadi dasar untuk mengatakan bahwa hukum itu jahat, sedang Injil adalah sesuatu yang baik dan rohani, karena Hukum menolak manusia sedang Injil menjadi jawaban bagi manusia berdosa. Sebagaimana Paulus mengatakan” Sebab kita tahu bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual dibawah kuasa dosa.”[14] Hukum Taurat tetap rohani walaupun ia membuat manusia berdosa, karena dosa yang dibuat oleh manusia bukan karena perbuatan Hukum, tetapi karena manusia yang telah berdosa selalu ingin melanggar hukum. Kejatuhan Adam dan Hawa kedalam dosa juga tidak boleh diartikan karena Hukum ikut intervensi membuat manusia berdosa, tetapi penyangkalan manusia kepada Allah yang menjadi penyebabnya, otonomi manusia membuatnya tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kemerdekaannya secara absolud, karena manusia tidak lagi bergantung pada Allah, maka Hukum membangkitkan keinginan dalam diri manusia yang dikuasai oleh daging karena otonominya untuk melanggar Hukum.

Hukum Yang rohani juga dapat dipakai oleh Iblis dan roh-roh jahat untuk membuat manusia berdosa. Karena manusia yang telah jatuh dalam dosa tidak mempunyai kemampuan untuk mentaati Taurat maka Iblis, kegelapan, memakai Taurat untuk membangkitkan keinginan untuk berdosa, namun keinginan berdosa tidak berasal dari Taurat, melainkan dari daging, jadi manusia yang tidak mempunyai kemampuan untuk mentaati Taurat berusaha melanggar Taurat karena keinginan daging yang selalu ingin melawan Allah, keinginan daging tersebut dinyalakanoleh Iblis. Dan Taurat tersebut juga dipakai oleh Iblis untuk menuduh manusia, bahwa didalam diri manusia sesungguhnya tidak mempunyai kemampuan untuk berkenan kepada Allah. Karena tidak pernah taat dengan sempurna pada hukum maka manusia mengalami keputus asaan untuk terus berusaha hidup berkenan kepada Allah.

Apabila Hukum/Taurat dijadikan alat oleh roh jahat untuk menjadikan manusia berdosa, bukan karena hukum tidak rohani, tetapi manusia yang hidup dalam daging, dan roh-roh jahat menggunakan Hukum untuk terus menuduhkan perbuatan dosa kepada manusia untuk membuatnya kehilangan pengharapan pada Allah.

Hukum ini juga merupakan sesuatu yang direncanakan Allah, jadi ia adalah sesuatu yang baik, untuk memahami kebaikan hukum, maka harus dilihat seperti pentingnya peta dalam kehidupan manusia. Hukum seperti peta, ia dapat menunjukan tempat yang ingin di tuju oleh seseorang, namun walaupun peta mampu menunjukan tempat yang ingin dicapai seseorang, peta terbatas, bukan mobil, peta tidak dapat membawa orang ketempat tujuan. Dan apabila orang tidak mampu bergerak menuju kearah yang ditunjukan oleh Peta, berarti orang itu tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan apa yang ditunjuk Peta, jadi manusia terbatas, karena manusia telah jatuh dalam dosa sehingga tidak mempunyai kemampuan untukmelaksanakan Hukum, dan hukum juga terbatas, namun hukum yang terbatas tersebut mampu menunjukan keterbatasan manusia, sehingga manusia sadar bahwa dirinya tidak mampu mengikuti apa yang ditunjukan oleh peta. Pada waktu manusia melihat Taurat maka ia akan menyadari dirinya yang berdosa dan ketidak mampuannya untuk bekenan pada Allah, sehingga manusia berdosa menyadari perlunya anugerah Allah untuk dapat diselamatkan. Jadi dalam hal ini Injil tidak menggantikan hukum, tetapi hukum melayani injil untuk manusia dapat menerima Injil. Taurat direncanakan Allah untuk melayani Injil, karena dengan Taurat yang membukakan manusia tentang dosa-dosanya, maka manusia mengerti kebutuhan keselamatan melalui janji dalam Injil yang telah digenapi dalam penyaliban Kristus.

Hukum Dan Injil Tidak Bercampur

 

Pikiran Legalis yang berusaha untuk membangun “Injil yang lain”, yang adalah bukan Injil, berusaha untuk mencampurkan Injil dengan hukum. Keselamatan bukan hanya karena anugerah Allah, tetapi juga ketaatan yang sempurna terhadap Hukum/Taurat. Pandangan ini telah tertanam dalam kehidupan Yahudi, jadi bukan merupakan sesuatu yang berasal dari dalam Injil itu sendiri. Kebingungan yang dialami oleh orang Yahudi dengan membuat kontradiksi antar hukum dan Injil berakibat usaha untuk mentaati Taurat menelan keselamatan melalui anugerah.

Percampuran antara Injil dan Taurat akan menelan Injil, sehingga anugerah menjadi terisolir dalam kehidupan orang yang menerimanya dan melahirkan Injil yang lain, sebagaimana dijelaskan Paulus dalam kitab

Galatia
.[15] Pada waktu Paulus mengerti bahwa apa yang ditaati oleh orang-orang Galatia
adalah Injil yang lain. Singkatnya orang-orang yang telah menerima Injil melalui pemberitaan Paulus oleh pengaruh Yahudi menempatkan hukum menjadi inti Injil karena mereka mencampurkan Injil dan taurat, maka lahirlah Injil yang lain. Karena Injil yang adalah anugerah keselamatan tersebut ditelan oleh ketaatan pada Hukum. Untuk itu Paulus mengingatkan dengan tegas bahwa apa yang diterima mereka adalah sesuatu yang melawan Injil.

Kristen Legalis bukanlah Kristen sejati, karena tidak hidup berpadanan dengan Injil, selalu mengandalkan kemampuan sendiri, bukan hanya membuatnya menjadi sombong, tetapi kemunafikan merupakan sesuatu yang senantiasa berdiam di dalam hati orang yang menjadi pengikutnya. Senang menghakimi orang lain, dengan menjadikan dirinya ukuran bagi orang lain, adalah sumber kesombongan yang tak ada habisnya, sepert ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

 

Disisi lain kaum legalis memiliki ketakutan untuk mengakui kegagalan, karena merasa mampu untuk hidup dengan sempurna, akibatnya melahirkan kehidupan dalam kemunafikan, “seperti kubur yang dilabur kapur” istilah Yesus untuk Farisi yang munafik dan legalis. Karena walaupun manusia telah mengalami penebusan Kristus, menjadi ciptaan baru, manusia belum mengalami penyempurnaan. Manusia harus berjuang dalam anugerah Allah untuk terus mentaati Allah, yang adalah tuannya yang baru.

Status orang benar yang disandang orang percaya tidak dihasilkan karena kebenaran diri, sebaliknya karena kebenaran Kristus diimputasikan (diperhitungkan) menjadi kebenaran orang percaya. Kebenaran yang ada dalam manusia bukan kebenaran yang berasal dari dirinya, tetapi bersumber dari Kristus, dan tidak pernah menjadi milik orang percaya, karena itu tidak seorang manusia pun yang menghasilkan kebenaran dalam dirinya.

Perpisahan manusia dengan Allah menyebabkan manusia kehilangan perbuatan-perbuatan yang benar, karena kebenaran adalah milik Allah dan menjadi bagian dalam hidup orang percaya dalam relasi dengan Allah. Karena Kristus menyediakan diri-Nya untuk menanggung dosa-dosa manusia, maka dosa tidak lagi membawa maut bagi manusia, namun itu pun tidak membuat manusia hidup tanpa dosa di dunia, karena pada realitasnya manusia yang secara hukum telah dibenarkan tersebut, secar defakto adalah arang berdosa yang harus terus disempurnakan.

Status orang benar yang telah disandang oleh manusia yang percaya dalam Kristus, juga tidak berarti manusia dapat total bergantung dengan Allah, karena dalam diri manusia ada pertentangan yang tidak pernah selesai sampai Tuhan datang kembali, dengan tegas Paulus menerangkan pertentangan tersebut seperti berikut:”Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging, keduanya bertentangan sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki”.[16] Walaupun manusia yang percaya senantiasa berada dalam Allah dan tidak pernah keluar dari Allah, manusia tetap dapat berdosa dalam Allah, karena manusia dalam Allah tidak berpegang total pada Allah, sehingga manusia yang telah berada dalam Kristus masih dapat berdosa walaupun tidak ingin untuk berbuat dosa, dan tidak senang tinggal dalam dosa. [17]

Mencampurkan Injil dengan hukum berakibat manusia selalu hidup dalam kekuatiran, sebagaimana terjadi dalam kehidupan Paulus sebelum bertobat, keselamatan dalam Kristus menjadi sesuatu yang tidak pasti. Kehidupan akhir manusia menjadi lebih penting dari pada pengalaman subyektif kelahiran kembali yang merupakan aplikasi keselamatan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.

Kehidupan Kristen demikian bukanlah kehidupan yang benar, karena itu adalah yang dialami oleh orang-orang Yahudi, seperti kehidupan Paulus sebelum menerima Injil, hidup yang penuh dengan kegelisahan walaupun telah mentaati Taurat dengan amat sangat baik, bahkan dapat menyombongkan perbuatan baiknya. Tetapi tetap saja kontradiksi yang ada dalam Anugerah dan Taurat (Injil dan Taurat) yang menelan Anugerah, mengakibatkan ketidak pastian keselamatan, karena anggapan tangan Allah tidak mampu untuk menjaganya dari cobaan-cobaan yang mungkin akan menjatuhkannya dan menjadi bayang-bayang menakutkan. Injil dan Hukum tidak dapat bercampur karena jika Injil bercampur dengan Hukum maka hukum menjadi inti Injil, dan Hukum menelan Injil, Inilah injil yang lain.

 

Penerimaan Injil Memberikan Respons Terhadap Hukum

 

Pada waktu manusia ditebus oleh Kristus, maka ia menjadi ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, yang baru sedang datang.[18] (Manusia yang telah dilahirkan baru ini senantiasa rindu untuk diperbaharui oleh Allah, ia senantiasa berusaha menanggalkan manusia lama dan dengan sukacita mengenakan manusia baru.[19] Manusia yang diperbaharui tersebut senantiasa rindu untuk hidup dalam Kristus mengikuti hukum-hukum Kristus, yang adalah Taurat itu sendiri. Dalam hidup orang percaya ada kesadaran bahwa memang manusia tidak mampu mentaati Taurat secara sempurna, namun sebagai orang yang telah menerima kebaikan Kristus, manusia senantiasa berusaha untuk mengikuti apa yang Allah mau. Manusia yang telah berpindah dari budak dosa, menjadi budak Allah, mengalami perubahan yang ajaib. Manusia tidak lagi ingin mengikuti dosa atau tinggal dalam dosa, karena tuannya telah berubah, tuan manusia yang telah mengalami kelahiran baru adalah Allah, maka ia senantiasa rindu untuk mentaati Allah.

Pada waktu manusia berusaha untuk mentaati Allah, memang ia akan menemukan banyak ketidak sempurnaannya dalam mentaati Hukum, tapi itu justru akan menyadarkan kepadanya betapa besarnya anugerah Allah yang telah dilimpahkannya melalui kematian Kristus di kayu salib. Kesadaran bahwa manusia semakin melihat dirinya sangat berdosa, membuat manusia ingin lebih mendedikasikan kehidupannya kepada Allah, inilah yang dimaksud dengan menerima injil akan melahirkan respons yang nampak dalam ketaatan pada Hukum. Kesadaran itulah yang bersemayam dalam hati Paulus yang dipenuhi dengan kemuliaan Tuhan, sehingga Paulus dapat berkata:

” Karena aku adalah yang paling hina dari semua Rasul, bahkan tidak layak disebut Rasul, sebab aku telah menganiaya jemaat Allah”[20]

Pengalaman Paulus yang sangat luar biasa dengan dedikasi kepada Tuhan yang begitu besar, bahkan berani menegur Petrus pada waktu berkompromi karena takut mengalami penolakan dari orang-orang Kristen Yahudi,[21] dan dalam pemberitaan Injil, Paulus banyak menderita oleh karena nama Yesus, seharusnya hal tersebut menimbulkan kebanggaan dalam diri Paulus bahwa ia adalah Rasul yang terhebat dari semua Rasul yang ada. Tetapi pernyatan Paulus bertolak belakang dengan kebiasaan tersebut, sikap Paulus yang sedemikian tersebut didasari oleh pemahaman kasih karunia Allah yang berlaku dalam kehidupannya, karena Paulus menyadari semua kebaikan dan perjuangan dalam pelayanan Tuhan yang sangat spektakuler, penuh dengan keajaiban, semata-mata bukan karena Paulus adalah orang yang luar biasa, tetapi karena kasih karunia Tuhan yang bekerja dalam dirnya.[22] Anugerah Allah tidak dapat mengabaikan ketaatan kepada Hukum, sebaliknya anugerah Allah nampak dalam respons pada ketaatan dengan Hukum. Injil dan Taurat mustahil bertentangan karena keduanya berasal dari sumber yang sama dan keduanya memang memiliki tempat yang berbeda, namun keduanya harus ditempatkan secara benar sebagaiman adanya.

Manusia yang menerima injil akan terus meresponinya dengan berusaha untuk taat kepada Taurat yang adalah ‘Law of Christ”. Jadi tidak pernah manusia berbangga akan kesalehannya, karena usaha manusia untuk berkenan kepada Allah semakin membawa dia pada kesadaran betapa mengerikannya akibat dosa yang ia buat, dan mendorongnya untuk terus bergantung pada Kristus. Semakin Paulus melayani Allah semakin ia sadar bahwa anugerah Allah itu yang memungkinkan dia dapat melayani Allah, jika Paulus dapat melayani Allah dengan setia, itu disebabkan karena kasih Allah yang bekerja di dalam nya bukan kemampuan diri. Perjuangan yang luar biasa untuk mentaati Allah dalam ketaatan pada hukum Kristus (Taurat) merupakan respons atas kasih karunia yang di alami dalam Kristus, sehingga karya Allah yang termanifestasi dalam kehidupannya tidak membuatnya menjadi sombong.

Paulus tidak hanya tetap rendah hati pada waktu melihat karya Allah yang luar biasa dalam hidup dan pelayanannya, tetapi juga dalam kelemahannya yang digambarkan sebagai duri dalam daging tidak membuatnya mengutuk diri, tetapi membawanya semakin memuliakan Allah, karena ia sadar bahwa apa yang Allah lakukan pada dirinya merupakan suatu kebaikan.[23]

Pada waktu Paulus hidup dalam Allah, maka ia semakin memahami dirinya, sehingga sadar anugerah Allah sangat besar, maka pantaslah jika dedikasi hidup merupakan suatu keharusan. Respons dalam ketatan kepada Taurat juga bukan merupakan kebanggaan sebagaimana pada waktu ia hidup dalam Taurat, seperti orang-orang Yahudi yang selalu membanggakan ketaatannya kepada Taurat. Respons yang dihasilkan dalam kehidupan Paulus dalam ketaatan pada Hukum sesuatu yang dilahirkan oleh anugerah, tanpa anugerah Allah tidak mungkin ada dedikasi kepada Allah. Jadi Injil yang adalah demonstrasi Kasih Allah yang diwujudnyatakan dalam pengorbanan Kristus di kayu salib merupakan dasar bagi respons ketaatan pada Hukum. Pada waktu orang percaya melihat buah-buah kebaikan yang dihasilkan oleh iman, seharusnya ucapan syukur yang patut diberikan kepada Allah, karena hal tersebut membuktikan kasih karunia Allah ada dalam kehidupan orang percaya. Ucapan syukur inilah yang keluar dari perkataan Paulus pada waktu ia melihat kehidupan jemaat Tesalonika yang setia dalam penderitaan untuk tetap hidup bagi Kristus.[24]Paulus melihat respons orang-orang di Tesalonika yang hidup dalam injil merupakan karya pemilihan Allah, sehingga Paulus tidak membanggakan dirinya sebagai pemberita Injil di Tesalonika, bahkan pada waktu ia berada di Tesalonika, sebenarnya ia mengakui tidak ada sesuatu yang dapat dibanggakan, apalagi pengalaman di Filipi dimana Paulus mengalami penghinaan dan kemudian melarikan diri ke Tesalonika memberi kesadaran bahwa tidak ada sesuatu yang luar biasa dalam diri Paulus yang memungkinkan orang-orang di Tesalonika menerima Injil yang diberitakan oleh Paulus.[25]Pada waktu Paulus melihat hidup orang Tesalonika yang memberi respons kepada Injil, hal itu diyakini sebagai anugerah Allah, sehingga kemulian hanya ditujukan pada Allah.

Paulus adalah seorang yang tegas, hal ini terlihat pada waktu menolak Markus untuk ikut dalam perjalanan misinya, karena Markus pernah meninggalkan Paulus dan Barnabas,[26]walaupun demikian, ketika Barnabas berhasil membimbing Markus menjadi seorang pelayan yang baik, Paulus juga dapat bekerja sama dengan Markus, dan menyadari pentingnya Markus yang adalah saudara Barnabas dalam pelayanannya.[27] Paulus meyakini bahwa manusia dapat hidup benar dalam Tuhan karena anugerah Allah yang lebih dulu bekerja dalam hidup manusia, hal ini membuat bukan saja Paulus tidak menyombongkan dirinya, namun berani menerima orang lain yang telah mengecewakannya yaitu, Markus yang telah meninggalkan Paulus dan Barnabas dalam perjalanan Misi.

Kerinduan Paulus untuk mentaati Allah sebagai respons nya dalam menerima Injil juga dinyatakan seperti berikut.

”Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satuyang mendapat hadia? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal, Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan akusendiri ditolak.”[28]

Sebagai seorang yang menyadari bahwa anugerah Tuhan telah dilimpahkan kepadanya, maka kerinduan untuk mentaati Taurat sebagi respons terhadap penerimaan Injil harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Jadi Anugerah Allah tidak mengabaikan Hukum, namun perjuangan dalam ketaatan pada Hukum tidak didasarkan pada ketakutan pada Hukum Allah, karena itu menjelang akhir hidupnya Paulus berkata, ”Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhir pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman”[29]

Kesetian Paulus mentaati Hukum bukan karena ia takut tidak berkenan kepada Allah, sebaliknya karena di dorong suatu keinginan untuk menyenangkan Allah yang telah memberikan kasihnya. Usaha seorang atlit berlatih untuk menjadi juara, menggambarkan betapa sungguh-sungguhnya Paulus mematikan keinginan daging, hal yang sama juga dalam kegigihan untuk mentaati hukum walau tidak sempurna digambarkan seperti seorang petinju yang berusaha berlatih memukul dengan tepat. Semua usaha untuk mentaati Allah merupakan pergulatan hidup yang berat, namun anugerah Allah yang memampukan menjadi motivasi yang tidak pernah dapat menghentikan Paulus untuk berjuang memuliakan Tuhan.

Seorang Kristen yang telah menerima Anugerah Allah dalam Injil yang adalah kabar baik, tidak akan tahan untuk berjuang mentaati kebenaran Kristus. Gambaran perjuangan Kristen yang menerima anugerah Allah dibuktiklan dengan pengakuan percaya yang beresiko bagi aniaya yang berat, bukan hanya pengakuan percaya dalam hati, tetapi mengakui kepercayaan itu dengan mulutnya. [30]Keberanian mengakui Kristus (Kyrios) yang artinya Tuan, atau Kaisar, dapat dianggap perlawanan kepada Kaisar yang meminta disembah. Maka berarti seorang Kristen yang berani mengakui dengan mulutnya bahwa Yesus adalah Tuhan atau Kaisar berani menghadapi kematian karena sama saja mengakui adanya kaisar yang lain yang berarti menolak menyembah kaisar, yang pada waktu itu disembah oleh rakyat yang berada dalam kekuasaan Kaisar kerajaan Romawi. Demi mentaati Allah yang telah menyerahkan nyawanya bagi keampunan dosa-dosanya orang Kristen dalam kitab Roma diilaporkan mempunyai keberanian yang luar biasa untuk menyembah Kristus, dan menolak menyembah Kaisar.

Kesimpulan

 

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Taurat dan Injil merupakan sesuatu yang tidak bertentangan. Atau mempertentangkan Injil dengan Hukum adalah suatu kemustahilan (Absurditas). Karena Injil memiliki sumber yang sama yaitu berasal dari Allah, dan keduanya berada dalam rencana Allah, sehingga sebagai sesuatu yang direncanakan Allah keduanya tidak mungkin bertentangan, sebaliknya keduanya saling melengkapi, namun Injil lebih mulia dari Taurat, sehingga Taurat harus melayani Injil, dan tidak boleh mencampurakan Injil dengan Taurat karena keduanya berbeda dan hal tersebut akan menelan Injil dan kemudian menjadikan Taurat menjadi inti Injil, hal ini sama saja dengan mempertentangkan Taurat dan Injil.

Secara tegas Paulus mengatakan bahwa Injil yang lain adalah Injil legalisme, yaitu penetrasi nilai-nilai Yahudi kedalam Injil yang melahirkan Injil yang lain, demikian juga membuang Taurat karena penerimaan kepada Injil juga merupakan suatu kesalahan yang juga menciptakan injil yang lain dan pada hakekatnya bukan Injil, karena respons dari penerimaan Injil adalah ketaatan pada hukum. Injil dan hukum dibutuhkan oleh orang Kristen. Kepenuhan hidup Kristen hanya mungkin terjadi dengan menerima kedua-duanya tanpa mempertentangkan dan mencampurkannya. Pemahaman Injil dan Hukum yang utuh memungkinkan seorang Kristen dapat hidup dalam kepenuhannya sebagai seorang Kristen. Sebaliknya mempertentangkannya,ataupun mencampurkannya mengakibatkan orang Kristen membangun Injil berdasarkan pemahamanannya sendiri, yang sebenarnya bukan Injil..

 

Tidak seorang pun manusia yang mampu untuk mentaati Taurat secara sempurna, karena manusia tidak dapat total bergantung dengan Tuhan setelah jatuh dalam dosa. Tetapi tidak berarti bahwa Allah menolak manusia karena ketidak sempurnaan dalam mentaati Taurat, sebaliknya arti penting kematian Kristus semakin terbuka bagi seorang Kristen pada waktu melihat Hukum. Ketidak mampuan manusia dibenarkan dengan usahanya sendiri membuat Allah dengan Kasih-Nya merelakan anak-Nya yang tunggal untuk mati di kayu salib, sehingga manusia tidak harus menanggung dosanya sendiri. Kesadaran ini bukan hanya membuat manusia semakin melihat begitu mengerikannya dosa yang dilakukan oleh manusia, tetapi secara bersamaan manusia tidak akan berani untuk menghukum dirinya, sendiri karena tidak mampu menerima kesalahan yang dilakukan, apalagi merusak diri karena dosa atau kesalahan yang dilakukan,. Sebaliknya karena Allah telah menerimanya maka ia juga akan datang kepada Allah, kemudian menerima diri apa adanya, serta terus mengarahkan diri untuk berusaha untuk menyenangkan hati Allah.

Kengerian akan akibat dosa yang hanya dapat ditebus oleh korban Kristus di kayu salib, membuat manusia mengerti arti hidupnya yang berharga. Manusia yang seharusnya mati karena dosa, dan tidak berharga apa-apa, karena manusia akan masuk dalam kebinasaan kekal (sesuatu yang dibinasakan sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak berharga), tetapi manusia yang berdosa dan tidak berharga tersebut oleh kasih Allah dijadikan kembali berharga oleh Korban Kristus, karena itu setiap orang yang berjumpa dengan Kristus melalui salib Kristus akan mengenal dirinya berharga, bukan karena dalam dirinya manusia itu berharga, melainkan karena korban Kristus yang menebus manusia berdosa adalah korban yang berharga. Pengenalan manusia yang benar akan dirinya, bukan hanya akan semakin mengagungkan Allah yang besar yang telah menerimanya, tetapi secara bersamaan membawa pada penerimaan diri yang utuh sebagai seorang Kristen

 

Penerimaan ini menjadi dasar kehidupan pribadi seorang Kristen dengan Tuhan-Nya dimana seorang Kristen akan terus mengarahkan hidupnya kepada Allah ditengah-tengah kegagalan yang ia hadapi, karena kesetian Kristus memberikan keberanian untuknya datang kepada Tuhan dengan menyerahkan beban dosa kepada Kristus, yang telah dengan rela menanggung dosanya.

Pengenalan pribadi seorang Kristen melalui kesaadaran diri yang tidak pernah dapat memenuhi tuntutan hukum Taurat, namun dapat menikmati anugerah dalam Kristus bukan saja membuatnya mampu menerima diri sendiri, tetapi juga mempengaruhi sikap Kristen terhadap orang lain, sesama orang percaya. Dalam kehidupan bersama, benturan karena ketidak sempurnaan manusia akan terus terjadi, namun penerimaan Kristus yang sempurna terhadap orang percaya, membuat seorang Kristen dimampukan untuk menerima sesamanya. Tidak seoranpun berani menolak sesamanya pada waktu ia melihat dirinya dihadapan Kristus.

Demikian juga dalam kesaksian Kristen dalam lingkungan orang yang belum menerima Injil. Taurat dan Injil yang bersumber dari Allah merupakan wujud kasih Allah kepada manusia, karena itu pemberitaan Injil yang dilakukan oleh orang percaya harus dilakukan dengan kasih dan kerendahan hati. Pemberitaan Injil bukanlah pemberitaan tentang kebesaran diri manusia yang mengalami anugerah Allah, karena anugerah adalah sesuatu yang patut disyukuri namun bukan kebanggaan karena potensi manusia, jadi pemberitaan Injil adalah suatu berita yang ditujukan untuk memuliakan Kristus, membawa orang untuk melihat pada Kristus, bukan pada diri manusia, juga bukan karena takut menerima hukuman kekal, karena jaminan kekal telah ada dalam Injil. Apabila kehidupan Kristen ini terwujud dalam kehidupan sehari-hari, maka peran sebagai Terang dan Garam dunia dapat dimainkan oleh setiap orang percaya

 




[1] Menurut pandangan anti-Nomisme Tuhan Yesus telah mencapai keselamatan selengkap-lengkapnya. Barang siapa percaya akan Kristus sudah menerima keselamatan selengkapnya. Ia sudah menjadi merdeka sama sekali; merdeka dari hukuman dan merdeka dari hukum Tuhan. Maka perintah-perintah Tuhan tidak usah lagi berjalan bagi orang percaya; ia tidak usah lagi herus memperhatikan perintah-perintah itu. Kitab suci tidak memuat norma-norma lagi baginya. Ia sudah merdeka dan hanya memperhatikan kemauannya, sendiri, suara hati, terang di dalam hatinya.

[2] Kaum perfeksionisme mengajarkan bahwa kesempurnan religius dapat diperoleh dalam hidup didunia ini. Doktrin ini diajarkan dalam berbagai bentuk oleh pelagian, Roma Katolik atau semi Pelagian, Arminian, Wesleyan, beberapa sekte mistis seperti Labadist, Queietist, Quaker dan lain-lain. Berkhof,Louis, Teologi Sistematika, (jilid 4) (

Jakarta
:LRII), h.278

[3] Waller, Erick, Teologia Paulus,(Malang, Jawa Timur:STT IIII, 1993),h.69(Diktat.tidak diterbitkan)

[4] Waller, Erick, Teologi Paulus …,h.70

[5] Filipi 3:6

[6] Dan di dalamagama Yahudi aku jauh lebih maju dari banayak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang rajin memelihara adapt istiadat nenk moyangku. (

Galatia
1:14)

[7] Matius 5:43-44

[8] Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah Tuhan. Imamat 19:18

[9] Hampir dapat dipastikan bahwa menjelang zaman Yesus, pembahasan harfiah atas keruskan telah diganti dalam praktik hukum Yahudi dengan “denda” atau “uang ganti rugi” Malahan ada bukti bahwa ini sudah berlaku lebih dini lagi…Tapi para ahli Taurat dan orang Farisi ternyata memperluas prinsip paham retribusi yang adil ini dari lingkungan pengadilan (yang tempatnya memang di situ) ke lingkungan pergulan sehari-hari ( yang tempatnya bukan disitu) Mereka berusaha menggunakannya untuk membenarkan balas dendam pribadi, meskipun hukum secara tegas dan pasti melarang…jadi prinsip retribusi pengadilan ini, yang memang keras namun sangat serasi, mereka pakai sebagai alasan untuk membenarkan perbuatan, yang tujuan penetapan prinsip itu tadinya adalah justru untuk memberantasnya, yaitu balas dendam pribadi. Staott, John. R.W, Khotbah di bukit,(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), h.132-133

[10] Bandingkan. Waller, Erick, Teologi Paulus …,h.70

[11] Lihat. Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru (jilid 2),( Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996), h.349-350

[12] Karena Aku berkata padamu: sesungguhnya selama langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelumsemuanya ini terjadi.

[13] Untuk menjelaskan keutamaan janji atas Taurat, Paulus memanfaatkan analogi

surat
wasiat terakhir dengan perjanjian…Menurut beberaapa susunan hukum zaman purba, bahkan yang meninggalkan wasiat tidak dapat mengubah suatu wasiat yang sah atau menambah lampiran pun tidak boleh. Guthrie Donald, Tafsiran Alkitab Masa Kini …,h.583, hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Donald Guthrie:” Kunci utama kepada argument surat
Galatia
ialah: Janji Allah secara histories mendahului pemberian hukum Taurat dan dengan demikian tentunya mengunggulinya. Paulus menegaskan bahwa Taurat telah diperkenalakan 430 tahun setelah janji. Guthrie Donald, Teologi Perjanjaian Baru…,h.353

[14] Roma 7:14

[15] lihat,

Galatia
1:6

[16]

Galatia
5:17

[17] Mengenai penafsiran Gal 5:17, Richard Fratt menjelaskan demikian: Roh Kudus yang tinggal di antara orang-orang percaya berada dalam peperangan dengan pemikiran daging manusia. Sebagai akibatnya, ada dua prinsip yang bekerja dalam diri orang percaya, yang satu kepada ketaatan dan yang lain pada ketidak taatan. Walaupun orang Kristen berusaha untuk bergantung pada Allah dengan memperhatikan wahyu-Nya untuk mendapatkan pengetahuan dan moralitas, namun ia gagal untuk melaksanakan keinginannya secara terus menerus. Pada waktu tertentu orang Kristen dapat kembali kepada dosa yang terjadi pada waktu kejatuhan dengan memberontak atau mengabaikan fakta perbedaan pencipta dengan ciptaan. Fratt, Richard.L, Menaklukan Segala Pikiran kepada Kristus. (Malang:SAAT,1998), h.59

[18] II Korintus 5:17

[19] Kolose 3:5,10

[20] I Korintus 15:9

[21] Tetapi waktu Kefas datang ke antiokia, aku berterang-terangan menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalanagan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudaraa yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datng, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudar-saudar yang bersunat.

Galatia
2:11-12

[22] Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kaish karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukanya aku, melainkan kasihkarunia Allah yang menyertai aku. I Korintus15:10

[23] Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena pernyataan-pernyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.( 2 Korintus 12:7,8)

[24] Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan Yesus Kristus dihadapan Allah dan Bapa kita. Dan kami tahu, hai saudara-saudar yang dikasihi Allah, bahwa ia telah memilih kamu. Dan kamu telah menjadi penurut kami, dan penurut Tuhan;dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan saukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus. I Tesalonika 1:3,4,6

[25] Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan di hina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuanagan yang berat. I Tesalonika 2:2

[26] Kisah Para Rasul 15:37-40

[27] Kolose 4:10

[28] I Korintus 9:24-27

[29] 2 Timotius 4:6,7

[30] Roma 10:10

Kategori: Teologi

Topic Blog: Teologi dan Alkitab

Keywords Blog: Injil, Taurat