Murid Tuhan Yesus tidak saja kaum pria, tetapi juga wanita. Ada Maria Magdalena, Yohana, Susana, "dan banyak perempuan lain". (Lukas 8:2-3) Ditegaskan juga, "perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." (Lukas 8:3b) Bukan pejuang emansipasi kaum wanita, tetapi Lukas melaporkan dengan teliti keadaan yang sesungguhnya terjadi ketika Tuhan mengerjakan pelayanan-Nya di bumi.
Bukan "warga kelas dua", begitulah sikap Tuhan terhadap wanita. Coba renungkan. Sejak awal sejarah ditegaskan, "laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." (Kejadian 1:27) Kesamaan derajad ditonjolkan; baik pria maupun wanita, keduanya sama-sama segambar dengan Allah. Karena itulah ketika Allah melembagakan keluarga, Dia pun menegaskan bahwa wanita itu penolong yang sepadan bagi pria (Kejadian 2:18).
Dalam rancangan Allah, pelayanan dan pekerjaan Tuhan bukan untuk monopoli kaum Adam. Wanita ditentukan untuk menjadi anggota penuh tim pelayan Tuhan. Sesungguhnya, sukses Abraham mengemban misi Tuhan tidak dapat diceraikan dari partisipasi Sara, istrinya. Dalam sejarah pendudukan Tanah Perjanjian, Rahab, wanita Kanaan itu, menjadi kunci penentu keberhasilan bangsa Israel dalam memasuki tanah Kanaan. Debora (Hakim-hakim 4 dan 5) mewakili hebatnya kepemimpinan wanita dalam masa krisis. Rut dan Ester menunjukkan apa yang dapat dikerjakan Tuhan lewat wanita, yang dengan tulus mengabdi selaras dengan kepribadiannya.
Dalam Perjanjian Baru cakrawala pun semakin diperluas. Seperti yang telah disinggung dalam pendahuluan, Lukas menegaskan pentingnya peranan wanita dalam pelayanan Kristus di bumi. Wanita selalu hadir di dalam lingkaran pengikut-Nya, dengan memberikan sumbangan khas yang sesuai dengan naluri dan kepribadian mereka. Bila tidak mengokohkan pelayanan mereka tidak jarang mengisi titik-titik lemah yang ditinggalkan oleh kaum pria pengikut-Nya.
Ketika semua lawan sedang menyusun rancangan jahatnya, dan murid-murid terlena dalam diskusi theologi, para pengikut wanita itulah yang berhasil menangkap kerinduan hati Tuhan yang terdalam: "Maria telah memilih bagian yang terbaik." (Lukas 10:42) Masa genting memporakporandakan dan mengguncang semua murid pria, tetapi tidak untuk pengikut wanita: "Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, istri Kleopas dan Maria Magdalena." (Yohanes 19:25) Karena itu, sangatlah adil jika Allah memberikan kehormatan kepada kaum wanita untuk menjadi yang pertama menikmati berita kemenangan Paskah (Matius 28:1-10, dan ayat sejajar).
Bagi Lukas, "murid" menjadi identitas "dua belas" pilihan Tuhan (Lukas 8:1). Agak menarik, dalam perkembangan berikutnya ternyata Lukas mengembangkan penerapan sebutan ini. Tenyata, baik Paulus maupun Barnabas juga disebut "rasul" (Kisah Para Rasul 14:4, dan 14), meskipun keduanya tidak memenuhi kriteria yang diuraikan dalam Kisah Para Rasul 1:21-22. Akhirnya, kerasulan tidak lagi dinilai dari sudut posisi, melainkan fungsi. Mereka yang bergiat mengemban mandat ilahi, apa pun "kondisi" lahiriahnya layak digelari dengan sebutan yang dengan adil mencerminkan hakikat keberadaannya (Kisah Para Rasul 13:2). Dengan demikian, kerasulan Paulus dan Barnabas tidak kurang nilainya dari yang disandang Petrus, Yohanes, Yakobus, atau anggota "dua belas" lainnya. Jika Lukas mendampingkan pada pengikut wanita sejajar dengan kelompok "dua belas" ( Lukas 8:1-3), adakah ia tengah menyampaikan satu pesan teramat penting? Suatu gagasan sangat menggelitik untuk direnungi.
Namun dalam hikmatnya Allah telah memilih wanita sebagai jalan kedatangan Juru Selamat di dunia (Galatia 4:4). Terbukti keterlibatan wanita dalam program ilahi tidak terhenti hanya sampai di situ. Wanita masih tetap menjadi bagian utuh rancangan-Nya ketika Allah menyebarkan berita berita selamat itu sampai ke ujung bumi. Di sekitar Tuhan Yesus ada Marta, Maria, Susana, dan lainnya. Rasul Paulus punya Eudoia, Sintikhe (Filipi 4:1), Febe (Roma 16:1), dan banyak perempuan lain, sebagai sahabat kerja. Gereja Kristus diberkati oleh kehadiran Lottie Moon, Ibu Theresa, dan tak terhitung pelayan Tuhan wanita lainnya. Dengan sesungguhnya, kehadiran mereka setiap kali memang telah menolong gereja untuk tampil sedikit lebih "cantik". Kalau begitu, polemik sekitar keterlibatan wanita dalam pelayanan gereja memang telah ketinggalan makna. Biarkan pintu tetap terbuka, kemudian, syukuri karena Tuhan masih tetap menganugerahkan pelayan-Nya, yang bernama wanita, di dalam gereja-Nya.
Diambil dari :
Judul buku : Sepadan Dengan Panggilan Allah
Judul bab : Hidup Sebagai Seorang Pelayan
Judul artikel: Pelayan Tuhan
Penulis : Petrus Maryono
Penerbit : Yayasan Andi
Tahun : 2002
Halaman : 49 -- 52