Bab 2: Problematika

II. PROBLEMATIKA

 


Jika penulis Surat Ibrani dan Rasul Paulus di atas menekankan kedewasaan iman sebagai hal yang terpenting di dalam kehidupan Kristen, maka dunia kita sedang mengalami krisis dan problematika berkenaan dengan kedewasaan ini. Saya membagi problematika tentang kedewasaan ini menjadi dua, yaitu:
A. Ketidakdewasaan
Dunia kita mengalami krisis pertama, yaitu ketidakdewasaan. Ketidakdewasaan ini ditandai dengan kemanjaan manusia postmodern ini, khususnya anak muda, ketika menjalani hidup. Bukan hanya anak muda, orang dewasa dan bahkan orang tua pun tidak luput dari krisis kemanjaan ini. Di dalam Kekristenan, hal ini lebih kelihatan jelas. Orang tua dan banyak orang muda lebih memilih gereja dan pendeta yang cocok dengan selera mereka. Misalnya, mereka akan langsung meng“amin”i para “pendeta” yang mengajarkan bahwa menjadi Kristen itu pasti kaya, sukses, sehat, berkelimpahan, dll. Sebaliknya, kalau ada pendeta yang berkhotbah dengan keras dan agak sulit dicerna, mereka langsung mengomel dan anehnya, ada yang mengatakan bahwa khotbahnya tidak bermutu. Padahal bukan khotbahnya yang tidak bermutu, si penerima khotbah itulah yang tidak bisa mencerna khotbah yang disampaikan. Inilah ketidakdewasaan iman.

Bukan hanya dalam masalah iman, ketidakdewasaan ini ditunjukkan dari segi karakter. Dari segi karakter, banyak anak muda (ini juga menjadi pelajaran bagi saya) kurang dewasa. Dalam arti, mereka kurang bisa memiliki karakter yang agung, seperti: bisa mengendalikan emosi, teguh, kokoh, dll. Ini disebabkan oleh pendidikan dari orangtua yang tidak pernah mengajar anak-anak mereka untuk memiliki karakter yang agung tersebut. Atau mungkin sekali dikarenakan orangtua mereka pun tidak memiliki karakter tersebut sehingga tidak mungkin bisa mengajar anak-anak mereka. Ternyata, bukan anak muda saja, orangtua (atau orang yang sudah dewasa/tua) pun tidak terlepas dari ketidakdewasaan karakter. Saya memiliki bukti konkrit akan fakta ini. Ada seorang editor buku theologi/rohani bermutu yang tentunya banyak membaca buku theologi, tetapi maafkan, secara karakter, dia sangat childish (kekanak-kanakan). Selain itu, ada juga orang tua yang merasa diri sudah “bijaksana” menganggap bahwa tanpa dirinya, segala sesuatu akan hancur berantakan. Padahal, hal itu tidak 100% sesuai dengan realitas yang digembar-gemborkannya. Itulah bukti ketidakdewasaan karakter.


B. Konsep Kedewasaan yang Salah: Menekankan Aspek Fenomenal
Di sisi lain, dunia kita bukan hanya tidak dewasa, tetapi dunia kita sedang menanamkan dan mengajarkan konsep kedewasaan secara salah. Mereka mengerti konsep dewasa hanya secara fenomenal (bisa dilihat secara kasat mata). Misalnya, kedewasaan diukur dari berapa banyak gelar akademis yang mereka peroleh. Orang yang sudah bergelar Profesor (Prof.), Doktor (Dr.), Doctor of Philosophy (Ph.D.), dll banyak sampai sepuluh buah itulah yang dinamakan orang yang bijaksana dan dewasa.

Selain itu, ada juga yang menganggap bahwa orang yang dewasa itu ditandai dengan usianya. Kalau orang yang berusia matang, maka orang itu dikatakan sudah dewasa. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah berkata di dalam salah satu khotbahnya bahwa ketika beliau masih muda, sebelum beliau naik mimbar untuk berkhotbah, beberapa pendeta tua dan orang tua sebagai pendengarnya agak menghina beliau karena usia beliau yang waktu itu masih muda. Mereka berpikir bahwa orang yang masih muda tidak dewasa. Ternyata itu salah. Fakta membuktikan bahwa orang yang masih muda pun bisa dikategorikan dewasa, karena kedewasaan bukan masalah usia.

Kemudian, ada yang menganggap kedewasaan itu diukur dari seberapa bisanya orang itu mengetahui segala sesuatu dan mandiri. Ini tidak berarti salah. Ini benar, tetapi ini hanya sebagian kecil kriteria kedewasaan (hal ini akan kita bahas nanti). Tetapi anehnya, fakta membuktikan orang yang katanya sudah mandiri (cari uang sendiri, dll) dan mengerti segala sesuatu tetap menunjukkan ketidakdewasaan baik di dalam iman maupun karakternya. Contoh, ada orangtua (atau orang dewasa) yang merasa diri sudah mandiri dan bisa segala sesuatu tetap seperti anak kecil yang ngambek kalau dirinya disinggung. Orang yang masih merasa tersinggung kalau dirinya ditegur atau dikritik membuktikan ketidakdewasaan orang itu, meskipun orang ini secara fenomena sudah berusia 30 tahun ke atas atau bahkan sudah bisa membeli rumah sendiri dan sudah berkeluarga.

Kategori: Bahan Renungan Alkitab